Ketika malam tiba, Allah menciptakan suasana tenang
dan gelap karena matahari telah tenggelam beberapa waktu. Pada saatnya kita
merasakan datangnya kantuk dan waktu istirahatpun dijalaninya. Kita
mempersiapkan kematian kita dengan berdo’a “bismika
allahumma ahya wa bismika amut” – Ya Allah, dengan namamu aku menjalani
hidup dan dengan namamu pula malam ini aku mau mati. Kita tidak lagi mampu
menguasai tubuh ini, jiwa yang tenang karena amal saleh menjadikan suasana
kematian dalam tidur kita terasa damai, bahkan tidak jarang mimpi indah
mengisinya. Tradisi para nabi tentang “mimpi yang benar” yang datang dari Allah
Ta’ala-pun mungkin sekali menghiasi tidurnya jiwa yang damai. Ya Allah, aku serahkan
diriku kepada-Mu, malam ini aku memasuki alam kematian. Terimalah semua amalku,
dan ampunilah dosa-dosaku. Begitu bangun tidur, Rasulullah s.a.w. mengajarkan
do’a “alhamdulillah, alladzi ahyana,
ba’da amatana, wa ilaihinnusur” – Segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah
menghidupkan kembali diriku setelah kematianku, dan hanya kepada-Mu nantinya
kami semua akan berpulang.
Dan
Karena rahmat-Nya, dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya
(pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS 28:73)
Begitulah suasana syukur yang seharusnya kita bangun,
syukur setelah merasakan kematian yang indah, syukur setelah menjalani
kehidupan beramal saleh. Praktek syukur dengan membelanjakan sebagian harta
kita untuk menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang miskin, sudahkah anda
jalankan, insya Allah.
Dalam sebuah riwayat dari negeri Mesir, tersiar
kematian seorang tokoh besar yang bernama Dzunnun Al-Mishri atau Dzunnun si
Orang Mesir. Sepanjang hidupnya lebih banyak dicela, dicemooh dan dihina karena
ia dianggap kafir, ahli bid’ah dan orang murtad. Ia tidak pernah membalas semua
tuduhan itu dengan kemarahan, apalagi serangan balik. Ia bahkan menunjukkan
dirinya seolah-olah menerima tuduhan itu. Sepanjang hidupnya, orang-orang tidak
mengetahui bahwa ia adalah salah satu diantara waliyullah, kekasih Allah. Mereka baru mengetahui setelah Dzunnun
meninggal dunia. Dikisahkan menurut Al-Hujwiri, pada malam kematiannya, tujuh
puluh orang bermimpi melihat Rasulullah s.a.w dan Beliaupun bersabda “Aku
datang menemui Dzunnun, sang wali Allah”. Ada banyak kisah tentang Dzunnun yang
hampir semua kisah hidupnya menjadi pelajaran yang amat berharga. Salah satu
diantaranya adalah kisah ketika ia berperahu bersama sejumlah muridnya menyusur
Sungai Nil.
Alkisah, diatas Sungai Nil yang indah, terdapat banyak
orang-orang berperahu untuk melancong. Salah satunya adalah sekelompok anak
muda yang kelewat riang gembira dengan bermusik melintas bertemu dengan perahu
Dzunnun. Dua pemandangan kontraspun terlihat dari satu perahu yang “santun” dan
satu perahu lainnya yang “berhura-hura, berteriak-teriak” dan berperilaku
kelewatan menjengkelkan. Para murid Dzunnun-pun berharap pada sang guru yang diijabahi do’anya untuk berdo’a agar
Allah Ta’ala menenggelamkan saja perahu pemuda-pemuda itu. Kemudian Dzunnun mengangkat
kedua tangannya seraya berdo’a “Ya Allah sebagaimana Engkau telah memberi
orang-orang itu kehiduppan yang menyenangkan di dunia ini, maka beri jugalah
mereka kehiduppan yang menyenangkan di akhirat kelak”. Para muridpun terkejut
memdengar do’a Dzunnun, bukannya mendo’akan agar ditimpa masalah namun justru
agar Allah memberi kebaikkan kepada mereka. Tak berapa lama, sesaat ketika dua
perahu berpapasan, para pemuda itu melihat bahwa Dzunnun berada disana.
Serentak sontak, mereka menghentikan perilakunya, dan meminta maaf serta
bertaubat untuk tidak melakukannya lagi. Inilah pelajaran yang Dzunnun dapatkan
bahwa kehiduppan yang menyenangkan di akhirat kelak adalah bertaubat di dunia
ini. Dengan cara seperti ini maka para murid dan para pemuda itu merasa puas
tanpa ada yang merasa dirugikan.
Dzunnun telah melanjutkan tradisi para Rasul Allah
yang mengajari kita untuk membalas keburukkan yang dilakukan orang lain kepada
kita dengan kebaikkan. Oleh karena itu hendaknya kita selalu berdo’a hal yang
baik ketika kita memperoleh keburukkan dari orang lain seperti “Ya Allah,
ubahlah kebencian musuh-musuhku menjadi kasih sayang”. Dengan cara ini maka
kita telah memberi manfaat kepada semua orang, sama seperti do’anya Dzunnun
al-Mishri. Kisah para nabipun demikian, Nabi Isa a.s. selalu berdo’a akan hal
yang baik, meskipun saat itu ia harus menerima lemparan batu. Murid-muridnya
pun bertanya “Mereka melempari batu ke arahmu, tetapi mengapa engkau membalas
dengan do’a yang baik?”. Nabi Isa a.s. menjawab “Itulah bedanya kita dengan mereka.
Mereka kirimkan kepada kita keburukkan dan kita kirimkan kepada mereka
kebaikkan”. Demikian pula halnya dengan
nabi Muhammad Rasulullah s.a.w. dilempari batu di Thaif hingga berlumuran darah
ketika beliau mengajak mereka menerima Islam. Pada saat malaikat datang
kepadanya yang menawarkan untuk menimpakan gunung yang berada di atas
orang-orang yang menyerangnya, nabipun berdo’a “Ya Allah, berilah petunjuk
kepada kaumku karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti”.
Kisah-kisah di atas telah memberi pelajaran berharga
mengenai tradisi para nabi dan orang-orang saleh, yakni: membalas keburukkan
dengan kebaikkan. “Ahsin kama ahsanallahu
ilaik” – berbuatlah baik sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu.
Marilah kita berdo’a bersama Imam Ali Zainal Abidin
seorang keluarga Nabi Besar Rasulullah s.a.w. (Shahifah Sajjadiyah, Du’a 20:9):
Ya Allah,
sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Bimbinglah daku untuk:
melawan orang yang mengkhianatiku dengan kesetiaan; membalas orang yang
mengabaikkanku dengan kebajikkan; memberi orang yang bakhil kepadaku dengan
pengorbanan; menyambut orang yang memusuhiku dengan kasih-sayang; menentang
orang yang menggunjingku dengan pujian; berterima kasih atas kebaikkan dengan
menutup mata dari keburukkan.
Ya
Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya.
Hiasilah
kepribadianku dengan hiasan para shalihin. Berilah aku busana kaum mutaqin
dengan: menyebarkan keadilan; menahan kemarahan; meredam kebencian;
mempersatukan perpecahan; mendamaikan pertengkaran; menyiarkan kebaikkan;
menyembunyikan keburukkan; memelihara kelemah-lembutan; memiliki kerendahan
hati; berperilaku yang baik; memegang tegung pendirian; menyenangkan dalam
pergaulan; bersegeralah melakukan kebaikkan; meninggalkan kecaman; memberi
kepada yang tidak berhak; berbicara yang benar walaupun berat; menganggap
sedikit kebaikkan walaupun banyak dalam ucapan dan perbuatan; menganggap banyak
keburukkan walaupun sedikit dalam ucapan dan perbuatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar