Sabtu, 19 Mei 2012

MENJADI RAHMAT BAGI MASYARAKAT DAN LINGKUNGANYA


Mengharapkan menjadi manusia yang bermanfaat bagi diri pribadi, keluarga, sahabat, karib dan masyarakat serta lingkunganya membutuhkan kesadaran awal akan tujuan hidup manusia di dunia ini dan segala upaya untuk dapat mencapainya. Dengan berbagai macam pembawaan alaminya  karena pengetahuan yang dangkal dan kemampuan yang terbatas, manusia menetapkan berbagai tujuan hidupnya. Kemudian mereka berjalan, berusaha mencapai tujuan yang mereka tetapkan dan ketika sudah sampai cita-citanya kemudian berhenti. Keadaan ini berbeda dengan kehendak Allah SWT, Maha Pencipta (al-Khaliq) segala sesuatu di jagad raya ini, termasuk didalamnya manusia sebagai makhluk.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (51:57). Allah telah menetapkan tujuan hidup manusia yakni mengabdi (beribadah) kepada-Nya, mengenal-Nya dan menyembah-Nya. Totalitas pengabdian kepada Allah SWT untuk meraih kecintaan Ilahi serta menjadikan diri kita sebagai miliki Allah SWT. Kehadiran manusia di dunia ini bukan atas kehendak pribadi melain dia hanyalah makhluk (hasil ciptaan) Maha Pencipta. Allah SWT menganugrahkan kemampuan yang cemerlang dan lebih tinggi dari makhluk-makhluk lainnya sebagai sarana mencapai kebahagiaan hidupnya dan meraih tujuan hidup baginya. Dalam konteks totalitas pengabdian (beribadah) kepada Allah SWT mempunyai dua dimensi, yakni dimensi ke-Tuhan-an (habluminnallah) dan dimensi kemanusiaan (habluminannas).

Pertama, dalam dimensi ke-Tuhan-an persyaratan pokoknya adalah mengenal Allah SWT, tanpa mengenal secara hakiki maka tidak terhubung tali spiritualitas dirinya dengan Allah SWT. Sehingga pernyataan inna shalati wannusuki wamahyaya wamamati lilahi robbul’alamin yang bermakna bahwa ibadah shalatnya, pengorbanan dan perjalanan kehidupannya serta akhir kematiannya semata-mata diperuntukkan hanya kepada Tuhan Penguasa Alam Semesta menjadi hambar. Karena mengenal Allah SWT yang sebenarnya akan membangun kesadaran akan hak dan posisi antara manusia sebagai makhluk dan al-Khaliq Sang Maha Pencipta. Pengejawantahan sikap ini akan tercermin dari perilaku manusia yang mengenal batas-batas otoritasnya, manusia tidak mengakuisisi otoritas Tuhan, manusia tidak memaksakan kehendak bagi manusia lainnya, seperti: Tidak ada paksaan dalam agama; sesungguhnya jalan benar itu nyata bedanya dengan jalan kesesatan. Karena itu barangsiapa yang menolak jalan kesesatan dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui (2:257). Manusia yang mengenal Tuhannya secara benar maka ia tidak akan melepas hubungan itu, karena dengan kasih sayang-Nya, Allah SWT juga menghendaki agar manusia dengan segenap kemampuannya secara terus menerus menyembah, mentaati dan mencintai-Nya (30:31). Itulah sebabnya sang Maha Kuasa, Maha Mulia, Maha Kasih dan Maha Sayang menganugrahkan kepada manusia suatu kemampuan untuk dipergunakannya dalam mencapai tujuan hidup yang ditetapkan Allah SWT dalam meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Selanjutnya, mengenal Allah SWT secara hakiki akan menumbuhkan pemahaman dan pengetahuan karena apa yang difirmankan-Nya tidak bertentangan dengan apa yang dilaksanakan-Nya (sunnatullah). Sebuah tamzil yang indah dipahamkan kepada kita sebagai berikut: Hanya Allah-lah yang Hakiki yang pantas dimintai do’a, yang berkuasa atas tiap sesuatu. Dan mereka yang berseru kepada berhala-berhala selain Allah, berhala-berhala tak sedikitpun dapat menjawab. Keadaan mereka seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke air, lalu berkata: “hai air datanglah ke mulutku” apakah air itu datang ke mulutnya? Sekali-kali tidak! Jadi barang siapa tidak mengenal Tuhan Yang Hakiki, segala do’a mereka menjadi sia-sia. (13:15). Allah SWT telah membimbing manusia untuk menelaah secara mendalam terhadap firman-firman-Nya dan pekerjaan-Nya yang satu dengan lainnya sama sekali tidak berseberangan, tetapi saling melengkapi untuk dipahami sebagai sarana mencapai kebahagiaan. Pada saat manusia memasuki alam dunia (dilahirkan) Allah SWT telah memberinya perlengkapan, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (16:79). Manusia lahir tidak mengetahui sesuatupun kemudian Allah SWT memberinya kemampuan mendengar dan mengetahui ilmu pengehatuan (ilmal yakin), kemudian diberinya kemampuan melihat untuk membuktikkannya (ainal yakin) dan meleburkan diri merasakan kebenaran hakiki dengan hati (haqul yakin). Dan itulah sikap syukur manusia yang meningkat dari waktu ke waktu yang dikehendaki Allah SWT agar ia menjadi manusia yang berubah menuju makrifatullah sebagai manusia yang beruntung. Sebagaimana dipahami bahwa mereka yang hari ini sama dengan hari kemarin dikatakan sebagai orang yang merugi, sedangkan mereka yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin. Namun sungguh celaka bagi mereka yang hari ini lebih buruk dari pada hari kemarin. Sudah barang tentu keadaan celaka bukanlah keadaan yang diharapkan bagi kehidupan manusia sejati yang baik. Mereka akan terus menerus berusaha untuk melakukan perbaikkan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Dengan demikian makna ‘mengenal Tuhan secara hakiki’ telah menjadikan manusia lebih menyadari hak dan keberadaan Tuhan Yang Maha Pencipta dan menumbuhkan manusia lebih memahami dengan ilmu pengetahuannya tentang hukum-hukum Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Selanjutnya praktek ‘kesadaran’ dan ‘pemahaman’ di atas dalam kehidupan nyata merupakan wujud rasa syukur manusia terhadap karunia Tuhan yang telah memampukannya menghadapi tantangan kehidupan. Manusia sejati akan bekerja tidak saja dengan kekuatan tangannya (hand) melainkan juga dengan kecerdasan otak dikepalanya (head) dan dengan ketulusan hatinya (heart).

Kedua, dalam dimensi kemanusiaan (habluminannas) manusia dituntut untuk selalu membangun tali silaturahim dalam kehidupan nyata. Silaturahim dapat dimaknai sebagai hubungan baik yang didasarkan atas Kasih Sayang Tuhan. Allah SWT yang memberi kemurahan begitu melimpah sebagai perwujudan sifat Rahmaniyyat, Dia memberi bentuk dan rupa bagi semua makhluk bernyawa, sesuai dengan kondisi dan keperluannya, tidak terkecuali makhluk manusia. Dia menyediakan semua fasilitas dan kekuatan yang diperlukan oleh makhluk-Nya sesuai keadaan masing-masing. Semisal, Dia menciptakan begitu kokoh dan kuat dada seekor burung untuk menghadapi tantangan angin, burung mengepakkan sayapnya yang kuat untuk terbang jauh bermil-mil, demikian pula halnya dengan makhluk hidup lainnya. Manusia mendapat perlakuan Rahmaniyyat kemurahan yang paling banyak dibanding dengan makhluk lainnya. Dikarenakan demi memenuhi semua keperluan-keperluan manusia, setiap makhluk dan benda berkorban untuknya, luar biasa, maka bersyukurlah. Dalam penciptaan manusia dan perkembangannya, Allah SWT memerintahkan agar manusia bertaqwa dan memelihara silaturahim. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu.(4:2) Perintah ini mengandung makna yang mendalam yakni ketaqwaan kepada Allah SWT selalu diikuti oleh membangun dan memelihara silaturahmi dengan manusia dan ciptaan lainnya. Dengan demikian manusia tidak akan terlepas dari hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sekaligus sebagai dasar dalam membangun kehidupan nyata di alam fana. Saling memberi kebaikkan, tolong menolong yang bermanfaat, memelihara keseimbangan alam dan memanfaatkannya. Filosofi Jawa menyebutnya Hamemayu Hayuning Bawono, memelihara kecantikan bumi (sarana kehidupan) yang diciptakan Sang Maha Indah dengan cantik.
Dari kajian di atas dapat disimpulkan perihal tujuan pokok diciptakannya manusia, yakni semata-mata untuk melaksanakan totalitas pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Khaliq Allah SWT. Totalitas pengabdian diimplementasikan pada pengkhidmatan kepada kemanusiaan yang didasarkan atas keyakinannya akan keberadaan Allah SWT. Sehingga apa yang dijalankannya akan memberi rahmat kebaikkan bagi manusia sekelilingnya dan lingkungannya sebagaimana yang Allah SWT kehendaki.
Jalan Mencapai Tujuan Hidup Manusia
Bagaimanakah manusia dapat mencapai tujuan hidupnya dan bagaimana ikhtiarnya agar tujuan itu tercapai? Inilah pertanyaan yang penting sehingga prinsip-prinsip yang dikemukakan di atas menjadi dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam buku Filsafat Ajaran Islam (MG Ahmad, 1896) dijelaskan bagaimana ikhtiar manusia bisa dilakukan, sebagai berikut:
1.    Jalan perdana adalah mengenal Tuhan secara hakiki sehingga manusia akan memahami kedudukannya sebagai makhluk dihadapan Sang Khaliq, Allah SWT. Manusia tidak akan mengambil hak Tuhan tetapi ia menjalan apa yang diperintahkanNya dan menghindarkan apa yang dilarangNya.
2.    Jalan kedua adalah mendapat gambaran yang jelas akan kejuitaan dan keindahan yang sempurna dalam wujud Allah SWT. Al-Qur’an menarik perhatian orang-orang dengan berkali-kali mengemukakan kesempurnaan dan keagungan Tuhan, seolah-olah hendak mengatakan ‘lihatlah, Tuhan seperti itu adalah Wujud yang menarik minat dan bukan wujud yang mati, lemah, tuna perasaan kasih-sayang dan tuna kuasa’.
3.    Jalan ketiga adalah mengenal kemurahan Tuhan. Pendorong dan perangsang yang membangkitkan rasa cinta terdiri dari dua hal, yakni kecantikan dan kemurahan. ‘Segala puji bagi Allah semesta alam, Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang, yang mempunyai Hari Pembalasan’ (1:2-4).
4.    Jalan keempat untuk mencapai tujuan sebenarnya adalah do’a, sebagaimana firman-Nya ‘Berdo’alah dan Aku akan mengabulkan do’amu’ (40:61). Berulang kali Tuhan menarik minat manusia untuk berdo’a supaya mereka mencapai tujuan bukan karena kekuatan sendiri, melainkan dengan pertolongan Allah SWT.
5.    Jalan kelima adalah mujahidah (semangat joang), yakni mencari kedekatan Tuhan (qurb ilahi) melalui pengorbanan harta benda, menyerahkan segenap kemampuan, mengorbankan jiwa dan mengerahkan segenap kecakapan pada jalan Allah SWT. Saripati firman Allah ‘belanjakan harta bendamu, jiwa ragamu, berikut segenap kemampuanmu pada jalan Allah’ (9:41); ‘apapun yang kami anugrahkan kepada mereka berupa kecakapan, ilmu pengetahuan, keahlian dan lainya, semuanya diserahkan mereka pada jalan Allah’ (2:4); ‘barang siapa berjoang dengan berbagai cara pada jalan Kami, maka Kami akan menunjukkan jalan Kami kepada mereka’ (9:70).
6.    Jalan keenam adalah istiqamah (gigih, tabah, teguh), yakni dalam menempuh usaha orang tidak bosan-bosan, tidak patah semangat, tidak mengenal lelah dan tidak gentar menghadapi cobaan. Firman-Nya ‘Ya Allah, Tuhan kami, tunjukilah kami jalan istiqamah, yaitu jalan yang di atasnya diperoleh nikmat-nikmat dan kemuliaan yang Engkau meridhainya’ (1:6-7).
7.    Jalan ketujuh adalah bergaul dengan orang-orang saleh, agar dapat belajar dan mencontoh perbuatan kebaikan sempurna mereka.
8.    Jalan ke delapan adalah berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh mimpi suci dari Allah SWT. Sebab menempuh jalan menuju Tuhan akan sangat pelik dan penuh rintangan dan penederitaan. Manusia bisa saja tersesat dijalan yang tak nampak, dibayangi perasaan putus asa dan enggan meneruskan jalan lurus itu. Namun Allah SWT dalam sunnah-Nya akan selalu menghibur para musafir (orang yang terus berjalan menuju kepada-Nya) melalui firman-Nya dan ilham-Nya, Tuhan memperlihatkan kepada mereka bahwa Dia bersama mereka.
Melalui jalan inilah seorang Muslim akan dimampukan Allah SWT untuk mewujudkan dirinya menjadi rahmat bagi dirinya, keluarganya, masyarakat dan lingkungannya. Hal ini tentu sesuai dengan tujuan diturunkannya Rasulullah Muhammad SAW bagi umat manusia sebagai rahmatan lil ‘alamin. Love for All Hatred for None.
Ceramah oleh Ahmad Saifudin Mutaqi, dalam acara Rekoleksi 50 Tahun PUSKAT, 28 Agustus 2010 bersama Civitas Akademika (Romo, Pastur, Dosen dan Karyawan) Sekolah Guru Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma.

Kedatangan Nabi Isa as Kembali


Pandangan ahlussunnah wal jamaah tentang kedatangan Nabi Isa alaihissalam yang dirujuk/dikutip dari buku Kemunculan Nabi Isa, Imam Mahdi & Dajal, karya Syeikh Mutawalli Sya’rawi, terjemahan, halaman 25 s/d 28, Qultum Media, 2006, menjelaskan sebagai berikut:
Dalam kitab Al-'Aqiidah Ath-Thahaawiyah, Imam Ath-Thahawi berkata, "Dan kami beriman kepada tanda-tanda kiamat yang di antaranya adalah munculnya Dajjal dan turunnya Isa putra Maryam a.s. dari langit." Dalam Maqaalaat Al-Islamiyiin, Abul Hasan Al-Asy'ari berkata, "Di antara sejumlah keimanan yang diyakini ahli hadits dan sunnah adalah: Beriman dengan menetapkan Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan apa-apa yang datang dari Allah dan apa-apa yang diriwayatkan para perawi yang tsiqah dari Nabi s.a.w. tanpa mengingkari semua itu sedikit pun perkataan ini sampai dan membenarkan keluarnya Dajjal dan sesungguhnya Isa putra Maryam akan membunuhnya." Abu Muhammad Abdullah bin Abi Zaid Al-Qairawani Al-Maliki dalam risalahnya yang masyhur, ia berkata, "Dan beriman berdasarkan kabar yang tsabit tentang keluarnya Dajjal dan turunnya Isa a.s. untuk menegakkan hukum yang adil dan ia akan membunuh Dajjal ... " Abu Ahmad bin Al-Husain Asy-Syafi'i yang lebih dikenal dengan nama Ibnul Haddad dalam Kitab 'Aqiidahnya, ia berkata, "Tanda-tanda kiamat di mulai dari Dajjal, turunnya Isa a.s., keluarnya asap, Oabbah (sejenis binatang berkaki empat), matahari terbit dari arah Barat dan tanda-tanda lain berdasarkan sumber hadits yang shahih adalah sesuatu yang hak."
Al-Muwaffaq Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam Kitab 'Aqiidah-nya yang masyhur, ia berkata, "Wajib beriman kepada apa yang telah disampaikan Rasulullah s.a.w. sepanjang proses periwayatannya shahih, baik itu berhubungan dengan alam nyata maupun alam metafisik. Kami mengetahui bahwa apa yang telah disampaikan beliau itu adalah hak dan benar adanya sampai pada pernyataannya di antara tanda-tanda kiamat adalah: keluarnya Dajjal, turunnya Isa putra Maryam a.s. dan ia membunuh Dajjal, keluarnya Ya'juj Ma'juj, matahari terbit dari arah Barat, keluarnya Oabbah dan tanda-tanda yang lain berdasarkan hadits yang shahih." Ibnu Taimiyah berkata, "Ada suatu masalah antara pendapat Isa putra Maryam masih hidup (sampai sekarang), karena Allah mengangkat Isa dengan jasad dan ruhnya, dengan firman Allah, "Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu." (QS. Ali Imran [3]: 55). Maksudnya Mutawaffika adalah Allah telah mematikanmu. Begitu pula telah tsabit kabar yang menyatakan bahwa Isa akan turun di menara putih di sebelah timur Damaskus, lalu Isa a.s. membunuh Dajjal, menghancurkan salib, membunuh babi, menggugurkan kewajiban membayar pajak dan hukum yang adil lagi bijaksana. Makna lafazh dalam ayat Tawaffa adalah Al-Istaifa' (bisa berarti menyampaikan sampai ajal), atau berarti meninggal, atau bisa jadi berarti tidur. Sehingga, makna suatu lafazh bergantung pada lafazh yang mengiringinya sehingga dapat disesuaikan artinya." Dalam Syarh Shahiih Muslim, Al-Qadhi Iyadh berkata, "Turunnya Isa a.s. dan keberhasilannya membunuh Dajjal adalah hak dan benar menurut Ahlu Sunnah karena hal tersebut bersumber dari banyak hadits yang shahih. Tidak ada dasar bagi akal dan syariat untuk mengingkarinya, sehingga wajib hukumnya untuk menetapkan kebenarannya. Namun sebagian kaum Mu'tazilah, kaum Jahmiyah dan orang-orang yang sependapat dengan mereka telah mengingkari bahwa Isa a.s. akan turun ke bumi lagi. Mereka menyangka bahwa semua hadits yang mengabarkan tentang turunnya Isa tidak bisa diterima. Dasar mereka adalah firman Allah, “Dan penutup Nabi-nabi” (QS. Al-Ahzaab [33]: 40) Rasulullah s.a.w. juga telah bersabda, “Tidak ada Nabi setelahku” Dan Ijma' kaum muslimin bahwa tidak akan ada lagi Nabi setelah Nabi kita Muhammad s.a.w., dan syariat beliau akan berlaku terus sampai kiamat tanpa ada yang menasakhnya." Cara mengambil dalil mereka dari ayat, hadits dan Ijma' ini adalah fasid (rusak atau tidak benar). Karena bukanlah maksud turunnya Isa itu sebagai Nabi dengan membawa syariat baru dengan menasakh syariat yang dibawa beliau. Dalam hadits-hadits tentang Isa a.s. turun ke bumi lagi tidak ada yang mengindikasikan kepada hal sebagaimana yang mereka pahami, bahkan semua hadits shahih ini dan hadits-hadits di depannya dalam Kitab Al-Iman dan yang lain telah mengabarkan bahwasanya Isa akan turun dengan hukum yang bijaksana dari syariat kita dan menghidup-hidupkannya kembali setelah ditinggalkan manusia."
Memahami referensi di atas mengindikasikan bahwa ahlussunnah wal jamaah sepakat tentang kedatangan kembali nabi Isa alahissalam di akhir jaman bukanlah nabi Isa alaihissalam yang dahulu pernah datang bagi Bani Israil. Namun nabi Isa alaihissalam akhir jaman, tetap berpangkat nabi yang mengemban sejumlah tugas dan melaksanakan syari’at Islam. Pemahaman ini mengkategorisasikan kepada seseorang atau segolongan orang yang meyakininya termasuk dalam golongan ahlussunnah wa jamaah. Dalam kasus Ahmadiyah, dengan mengenali pemahaman mereka tentang persoalan ini secara mendalam, maka mereka termasuk dalam golongan ahlussunnah wal jamaah atau dalam bahasa populer sebagai Islam Sunni, bukan Islam Syiah. Dengan demikian, ketika ada penggolongan baru dengan menyebut Islam Ahmadiyah bisa jadi akan menimbulkan persoalan baru, karena sejatinya mereka adalah ahlussunnah wal jamaah yang meyakini secara total, khususnya kepada nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, keyakinannya tanpa reserve. Apa yang disabdakan oleh nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam selalu diyakini mereka sebagai suatu kebenaran nubuwatan, apalagi hadist-hadist yang telah menjadi kenyataan. Perbedaanya adalah ketika menilai suatu kenyataan, bahwa sejumlah besar golongan Islam Sunni masih belum melihat nabi Isa alaihisslamam di akhir jaman telah datang sebagai kenyataan berada ditengah-tengah mereka.
Wallahualam bisshawab, semoga urun rembug ini bisa menjadi perenungan bersama.

TEORI PINGSAN


‘Teori pingsan’ dipromosikan oleh seorang pakar dari Jerman bernama Paulus dan berpendapat bahwa Yesus sesungguhnya tidak mati di kayu salib, tetapi pingsan dan kemudian dipulihkan kesadaran-Nya di dalam kubur. Paulus mengacu kenyataan bahwa penyaliban adalah sebuah  kematian yang prosesnya lambat dan menyakitkan yang sering memakan waktu berhari-hari. Ada tulisan yang menunjukkan kasus-kasus orang-orang yang disalib, diturunkan dari salib, dan masih tetap hidup. Dia yakin bahwa ucapan keras yang diteriakkan Yesus di kayu salib adalah bukti bahwa Yesus tidak terlalu letih dan sekarat dan menyatakan bahwa tusukkan tombak pada lambung Yesus hanyalah luka ringan. Paulus melanjutkan bahwa karena suhu dingin dan bau rempah-rempah  yang harum di dalam kubur, Yesus yang kelihatannya saja mati, menjadi pulih kesadarannya. Sebuah gempa bumi ikut berperan dalam membuatnya tersadar dan menyebabkan batu terguling menjauh dari pintu masuk lubang kubur. Yesus menanggalkan kain kafannya dan berhasil mendapatkan pakaian gereja seorang tukang kebun (alasan Maria secara keliru mengira bahwa Yesus adalah si tukang kebun dicatat dalam Yohanes 20:15).
Jika teori pingsan tepat, Yesus pasti telah menjalani sisa hidup-Nya ditempat persembunyian – pada saat murid-murid-Nya dengan gigih memberitakan kebangkitan-Nya dan kerajaan-Nya yang akan datang. Menurut teori ini, tampaknya Yesus hidup sendirian di tempat tersembunyi, tetapi murid-murid-Nya tidak menyadari kenyataan ini. (halaman 199)
Keterangan-keterangan yang diberikan dalam kitab-kitab Injil menegaskan aspek kehidupan Yusuf dari Arimatea – dia kaya (dibuktikan oleh tipe dan lokasi kuburan) dan berasal dari Arimatea (sebuah kota yang tidak penting dan tidak memiliki simbolisme alkitabiah). Bahwa dia bersimpati kepada Yesus dibuktikan oleh Matius dan Yohanes, dan juga oleh Markus dalam kenyataan bahwa dia menangani jasad Yesus dan bukannya jasad kedua pencuri yang disalibkan bersama-sama dengan-Nya. William Lane Craig memberikan keterangan mengenai kubur yang dimiliki oleh Yusuf dari Arimatea:

Yusuf menyemayamkan jasad Yesus di kubur miliknya sendiri mungkin merupakan kenyataan yang benar-benar terjadi dalam sejarah. Keterangan yang konsisten mengenai kubur tersebut sebagai suatu acrosolia, atau kubur yang didalamnya terdapat meja batu, dan temuan-temuan arkeologis bahwa kubur-kubur seperti itu digunakan oleh orang-orang terpandang selama zaman Yesus memberikan bukti kuat bahwa Yesus disemayamkan disebuah kubur yang demikian. Keterangan tambahan bahwa kubur tersebut baru dan dimiliki oleh Yusuf dari Arimatea adalah mungkin karena Yusuf  tidak mungkin menyemayamkan jasad seorang terhukum disembarang kubur, terutama sekali karena hal ini akan menajiskan jasad-jasad anggota keluarga manapun yang juga disemayamkan disana.

Sumber: Disalibkan oleh Media, terjemahan buku asli berjudul Crucified in the Media by C. Marvin Pate and Sheril L. Pate, Published by Baker Books House (Revell), Grand Rapids, MI, USA, 2007 – halaman 199-2001.

PARTHENOGENESIS


Parthenogenesis: reproduksi non-seksual, yakni pertumbuhan sel telur (ovum) menjadi individu tanpa pembuahan melalui sperma. Parthenogenesis sangat umum di dunia serangga dan ikan, dan rutin di kalangan hewan seperti aphid (sejenis serangga kecil yang memakan tumbuh-tumbuhan). Dikalangan reptil terdapat bukti kuat bahwa parthenogenesis dapat menjadi suatu strategi yang sukses bagi kadal-kadal dilingkungan dengan curah hujan yang rendah dan tidak dapat diperkirakan[1] . Di Lancet pada tahun 1955 dilaporkan, seorang wanita memperoleh seorang anak perempuan di mana parthenogenesis tidak dapat disangkal. Hal ini telah diproduksi di kalangan mamalia secara eksperimen. Walau demikian, tidak ada data yang pasti mengenai kelahiran mamalia parthenogenetik. Pencapaian yang paling tinggi adalah embryo tikus dan kelinci parthenogenetik yang telah tumbuh normal separuh jalan dalam kehamilan, tetapi kemudian mati dan telah digugurkan. Di kalangan manusia sebuah studi riset baru-baru ini dilakukan tentang "The development and systematic study of the parthenogenetic activation and early development of human oocyte."[2] Dalam pengkajian ini, oocyte manusia, yang baru belum mengalami fertilasi setelah disatukan dengan sperma, dimasukkan ke dalam alkohol atau kalsium ionophore dan diteliti untuk bukti activation/pengaktifan. Hasil pengkajian ini adalah, oocyte manusia dapat diaktifkan secara parthenogenetik dengan menggunakan kalsium ionophore, tetapi dalam angka yang rendah dibandingkan dengan yang tampak pada oocyte tikus. Parthenot manusia dapat menyempurnakan divisi hingga tahap 8-sel. Data ini menampilkan adanya kemungkinan bahwa gugurnya kehamilan tahap awal pada manusia dapat saja melibatkan oocyte yang telah diaktifkan dengan spontan secara parthenogenetik. Suatu kejadian parthenogenetik parsial pada seorang manusia telah dilaporkan di New Scientist edisi 7 Oktober 1995 dengan judul, "The boy whose blood has no father."1 Dalam kasus pria, seluruh sel harus memiliki kromosom Y, tetapi dalam kasus kajian yang satu ini mengenai seorang anak lakilaki berusia 3 tahun, sel-sel darah putih hanya mengandung kromosom XX saja. Para peliput juga memaparkan bahwa kadang-kadang, kromosom-kromosom wanita membawa satu kromosom X yang termasuk gen pria, dan para periset pada mulanya menduga kasus kajian mereka merupakan sebuah contoh sindroma tersebut. Namun, mereka telah menggunakan teknologi DNA yang sangat sensitif, dan mereka tidak berhasil mendeteksi materi kromosom Y satu pun dalam sel-sel darah putih anak itu. Akan tetapi, kulit anak itu didapati berbeda secara genetika dari darahnya, yakni memiliki kromosom X dan Y keduanya. Suatu analisa yang lebih rinci terhadap kromosomkromosom X pada kulit dan darah anak itu, menunjukkan bahwa seluruh kromosom X identik dan sepenuhnya berasal dari ibunya. Demikian pula, anggota-anggota pada masingmasing pasangan 2 kromosom lain dalam darahnya sangat identik, seluruhnya berasal dari sang ibu. Penjelasan yang diberikan oleh para periset tersebut adalah, ovum yang belum mengalami fertilasi telah mengaktifkan dirinya sendiri dan membelah diri menjadi sel-sel yang identik; salah satu sel tersebut kemudian difertilasi oleh sperma dari sang bapak dan hasil campuran sel-sel itu mulai tumbuh sebagai sebuah tampak pada oocyte tikus. Parthenot manusia dapat menyempurnakan divisi hingga tahap 8-sel. Data ini menampilkan adanya kemungkinan bahwa gugurnya kehamilan tahap awal pada manusia dapat saja melibatkan oocyte yang telah diaktifkan dengan spontan secara parthenogenetik. Suatu kejadian parthenogenetik parsial pada seorang manusia telah dilaporkan di New Scientist edisi 7 Oktober 1995 dengan judul, "The boy whose blood has no father."1 Dalam kasus pria, seluruh sel harus memiliki kromosom Y, tetapi dalam kasus kajian yang satu ini mengenai seorang anak lakilaki berusia 3 tahun, sel-sel darah putih hanya mengandung kromosom XX saja. Para peliput juga memaparkan bahwa kadang-kadang, kromosom-kromosom wanita membawa satu kromosom X yang termasuk gen pria, dan para periset pada mulanya menduga kasus kajian mereka merupakan sebuah contoh sindroma tersebut. Namun, mereka telah menggunakan teknologi DNA yang sangat sensitif, dan mereka tidak berhasil mendeteksi materi kromosom Y satu pun dalam sel-sel darah putih anak itu. Akan tetapi, kulit anak itu didapati berbeda secara genetika dari darahnya, yakni memiliki kromosom X dan Y keduanya. Suatu analisa yang lebih rinci terhadap kromosomkromosom X pada kulit dan darah anak itu, menunjukkan bahwa seluruh kromosom X identik dan sepenuhnya berasal dari ibunya. Demikian pula, anggota-anggota pada masingmasing pasangan 2 kromosom lain dalam darahnya sangat identik, seluruhnya berasal dari sang ibu. Penjelasan yang diberikan oleh para periset tersebut adalah, ovum yang belum mengalami fertilasi telah mengaktifkan dirinya sendiri dan membelah diri menjadi sel-sel yang identik; salah satu sel tersebut kemudian difertilasi oleh sperma dari sang bapak dan hasil campuran sel-sel itu mulai tumbuh sebagai sebuah embrio normal. Hal ini menggambarkan bahwa terbentuknya sel-sel secara parthenogenetik di kalangan mamalia tidak selamanya gagal. Dalam kasus anak laki-laki ini, proses itu berhasil menciptakan suatu sistim darah normal.
Hermaphroditisme: suatu keganjilan sex, dalamnya terdapat gonads kedua jenis kelamin; alat kelamin luar menunjukkan ciri-ciri kedua jenis kelamin (jantan dan betina) dan kromosom-kromosom menunjukkan campuran jantan dan betina (xx/xy). Sebuah studi dilakukan di Belanda tahun 1990, disebut "Combined Hermaphroditism and Auto fertilization in a Domestic Rabbit." Dalam studi ini seekor kelinci yang benar-benar hermaphrodit mengawini beberapa betina dan telah menjadi bapak bagi lebih dari 250 anak yang terdiri dari jantan dan betina. Pada musim beranak berikutnya, kelinci yang dikurung terpisah itu, menjadi hamil dan melahirkan tujuah ekor anak kelinci sehat yang terdiri dari jantan dan betina. Kelinci tersebut dikurung terpisah, dan ketika diotopsi ia kembali sedang dalam keadaan hamil dan menampakkan dua ovari yang masih berfungsi serta dua buah zakar (testis) yang subur. Sebuah preparat kromosom menunjukkan jumlah diploid autosom, dan dua kromosom sex dalam konfigurasi yang tidak jelas. Sebuah studi telah dilakukan pada seorang manusia hermaphrodit pada Bagian Obstetrik & Ginekologi, Chicago, Rumah Sakit Lying-in, Illinois.1 Tujuan riset ini adalah untuk menentukan peristiwa-peristiwa penghamilan (konsepsi) yang terjadi pada seorang hermaphrodit tulen 46xx, 46xy, serta untuk melaporkan kehamilan pertama pada seorang hermaphrodit tulen 46xx, 46xy dengan sebuah ovotestis (ovum dan zakar). Bentuk studi ini termasuk pengkajian kromosom pada lymphocytes (getah bening) dan fibroblasts, antigen-antigen sel darah merah, antigen-antigen leucocyte manusia, dan kehadiran y chromosome deoxyribonucleic acid telah dianalisa. Temuan-temuan itu diperbandingkan dengan data kelompok darah orangtua serta saudara kandung. Hasil studi ini menunjukkan bahwa pasien kita adalah sesuatu yang aneh; suatu organisme yang dalamnya terdapat paling tidak dua jenis tissue/jaringan [daging] yang berbeda dalam bentuk genetik mereka, juga dengan kontribusi ganda dari ibu dan bapak. Sebagai tambahan, di samping memiliki sebuah ovotestis, [pasien] wanita itu telah mengandung dan melahirkan seorang anak.


[1] Genetics:1991 Sept: 129(1):214-9
[2] Fertility – Sterility – 1991 Nov;56(5):904-12