Kamis, 13 September 2012

JANJI DI RUMAHKU

Hendaknya difahami dengan jelas, bahwa baiat hanya berupa ikrar  di lidah  saja tidaklah punya arti apa-apa,  selama baiat itu tidak dihayati dengan sesempurna-purnanya disertai kebulatan tekad dalam hati. Jadi, barangsiapa yang mengamalkan ajaranku dengan sesempurna-sempurnanya ia masuk rumahku, perihal rumah tersebut ada janji  yang tersirat dalam Kalam Ilahi: Sesungguhnya Aku akan memelihara setiap orang yang ada dalam rumah engkau. Yakni, siap-tiap orang yang tinggal di dalam rumah engkau akan Kuselamatkan.
     Dalam hal ini hendaknya jangan diartikan bahwa penghuni rumahku bukanlah hanya mereka yang berdiam dalam rumahku  yang terbuat dari tanah dan batu-bata ini, melainkan janji itu meliputi pula mereka yang mengikuti  dengan sesempurna-sempurnanya adalah termasuk penghuni rumah-ruhaniku.

Tuhan Yang Hakiki & Mukjizat
     Untuk mengikuti Ajaranku hendaknya  mereka harus meyakini hal-hal berikut ini, bahwa mereka mempunyai satu Tuhan Yang Qadir (Maha Kuasa), Qayyum (Yang Maha Mandiri dan segala sesuatu bergantung pada-Nya), dan Khaliqul Kul (Pencipta segala sesuatu yang ada), Yang Sifat-sifat-Nya kekal abadi dan tidak pernah berubah. Dia  bukan anak seseorang dan Dia tidak mempunyai anak.  Dia bersih dari penanggungan derita dan dinaikkan ke tiang salib dan dari kematian. 
       Dia adalah demikian rupa keadaan-Nya,  kendati pun jauh namun dekat, dan meskipun dekat namun jauh. Walau pun Tunggal namun penampakkan-Nya beraneka-ragam.   Manakala di dalam diri manusia terjadi suatu perubahan baru maka baginya Dia pun menjadi Tuhan yang baru, Dia memperlakukannya dengan penampakkan-Nya yang baru pula.
     Orang itu melihat suatu perubahan di dalam Wujud Tuhan menurut kadar (proporsi) perubahan yang  terjadi atas dirinya,  tetapi hal itu tidak berarti bahwa ada perubahan terjadi dalam Wujud Tuhan. Kebalikkannya, semenjak azali Dia tidak pernah mengalami perubahan, dan Wujud-Nya paripurna. Akan tetapi pada waktu terjadi perubahan-perubahan di dalam diri manusia yang menuju kebaikan, Tuhan pun menampakkan  Diri-Nya kepada orang itu dengan penampakan baru. Dan pada setiap kemajuan yang dicapai manusia, penampakkan kekuasaan Tuhan pun terjadi lebih meningkat. Dia memperlihatkan kekuasaan-Nya yang luar-biasa manakala terjadi perubahan luar biasa. Inilah pangkal keajaiban-keajaiban serta mukjizat-mukjizat. 
      Itulah Tuhan Yang merupakan syarat bagi Jemaat kita. Berimanlah kepada-Nya, dan hendaknya mengutamakan Dia lebih dari diri kamu, kesenangan-kesenangan kamu dan segala perhubungan-perhubungan kamu. Dengan perbuatan nyata disertai keberanian perlihatkanlah kesetiaan dengan sejujur-jujurnya. Orang kebanyakan di dunia ini tidak mengutamakan Dia dari harta-benda mereka dan karib-kerabat mereka,  akan tetapi kamu sekalian hendaknya mengutamakan Dia agar kamu sekalian di langit akan ditulis dalam daftar Jemaat-Nya. 
     Memperlihatkan tanda-tanda kasih-sayang    merupakan sunnah Ilahi  semenjak zaman bihari. Tetapi kamu sekalian baru akan dapat memperoleh bagian dalam sunnah itu,  apabila di antara kamu sekalian dan Dia tidak ada jarak pemisah sedikit pun.   Keinginan-keinginan kamu menjadi keinginan-Nya, dan kedambaan kamu menjadi kedambaan-Nya, dan selama-lamanya – baik dalam suasana keberhasilan maupun dalam suasana kegagalan – kepala kamu rebah di hadapan istana-Nya, agar Dia boleh berbuat apa saja yang Dia kehendaki. 
     Apabila kamu berbuat serupa itu maka di dalam diri kamu akan nampak Wujud Tuhan itu yang sudah lama menyembunyikan Wajah-Nya.   Apakah ada di antara kamu sekalian orang yang mengamalkan hal serupa itu dan mencari keridhaan-Nya tanpa berkeluh-kesah atas qadha dan qadar-Nya?  Maka meskipun kamu melihat  suatu musibah, kamu harus melangkahkan kaki kamu terus ke depan, sebab inilah sarana kemajuan kamu.  Berusahalah dengan segenap kemampuan kamu untuk menyebar-luaskan Ketauhidan Ilahi di permukaan bumi ini. 

Menghargai  Sesama Makhluk Tuhan
     Berbelas-kasihlah kepada sesama hamba-Nya,   janganlah berbuat  aniaya terhadap mereka,  baik dengan mulut kamu atau dengan tangan kamu, maupun dengan cara-cara lain. Hendaklah kamu selamanya berusaha menyampaikan kebaikan bagi sesama makhluk. Janganlah berlaku sombong terhadap siapa pun, sekali pun terhadap bawahan kamu juga. Janganlah mencaci-maki orang lain sekalipun ia mencaci-maki kamu.   Hendaknya bersikap merendah-rendah, lemah-lembut, berkeniatan suci, kasih-sayang terhadap sesama makhluk, sehingga kamu dihargai Allah. 
     Banyak orang yang menampakkan perangai lemah-lembut akan tetapi di dalam dirinya tak ubah seperti serigala tabiatnya.  Banyak orang  pada penampakkan lahirnya bersih, namun di dalam hati mereka terdapat ular-ular berbisa. Kamu tidak akan dapat diterima di hadhirat Allah selama keadaan lahir dan keadaan batin kamu tidak serupa. 
     Seandainya kamu jadi orang besar, berbelas-kasihlah terhadap orang-orang kecil, dan janganlah menghina mereka.  Seandainya kamu orang berilmu, berilah nasihat orang-orang yang tidak berpengetahuan, dan janganlah merendahkan mereka dengan menonjolkan kepandaian kamu.   Seandainya kamu hartawan maka berbaktilah kepada orang-orang miskin, dan janganlah takabur dengan menunjukkan sikap keaku-akuan. 
     Takutilah langkah-langkah yang  bisa membawa kamu ke arah  kebinasaan.  Hendaklah takut kepada Tuhan dan tempuhlah jalan ketakwaan.   Janganlah menyembah makhluk. Berpasrah dirilah kepada Tuhan kamu, dan berpalinglah dari dunia. Jadilah kepunyaan Dia sepenuhnya, dan jalanilah kehidupan bagi Dia semata-mata. Dan bencilah segala kenajisan dan dosa demi Dia, sebab Dia adalah Wujud Yang Suci.  Hendaklah tiap-tiap hari bilamana fajar menyingsing memberi kesaksian bahwa kamu telah melewatkan hari (malam?) dengan penuh ketakwaan, dan tiap-tiap petang hendaknya menjadi saksi bahwa kamu menjalani siang hari  dengan hati kamu merasa takut terhadap Allah.

Sumber:
Kutipan buku BAHTERA NUH, terjemahan dari KISYTI NUH, 1905

Selasa, 11 September 2012

LANGIT BARU & BUMI BARU

Penciptaan “Langit Baru" dan “Bumi Baru” & Para Pengingkar Kehendak Allah Ta’ala

     Dalam waktu dekat orang-orang akan menyaksikan, bahwa Wajah Tuhan akan nampak di zaman ini,  seakan-akan Dia akan turun dari langit. Telah semenjak lama Dia menyembunyikan Diri dan Dia diingkari, tetapi Dia tetap diam. Akan tetapi sekarang Dia tidak akan bersembunyi lagi. Dunia akan menyaksikan bukti-bukti kekuasaan-Nya yang tidak pernah disaksikan nenek-moyang mereka.
      Hal itu akan terjadi karena dunia telah rusak-binasa, dan karena orang-orang tidak  percaya lagi kepada Sang Pencipta langit dan bumi.  Bibir mereka menyebut nama-Nya namun hati mereka berpaling dari-Nya. Oleh karena itu Tuhan berfirman: Sekarang Aku akan ciptakan langit baru dan bumi baru. Maksudnya ialah bumi telah mati, yakni hati orang-orang di atas bumi  telah menjadi keras seakan-akan telah mati. Sebab Wajah Tuhan telah bersembunyi dari mereka, dan Tanda-tanda Samawi yang terdahulu hanya tinggal sebagai kisah-kisah belaka semuanya, maka Tuhan telah berkehendak untuk menciptakan bumi baru. Apakah langit baru itu dan apakah bumi baru itu?
      Bumi baru ialah hati yang suci, yang tengah dipersiapkan Tangan-Nya Sendiri, yang dinampakkan Tuhan dan Tuhan akan dinampakkan melalui hati yang suci tersebut Sedang langit baru ialah Tanda-tanda yang sedang dinampakkan melalui tangan hamba-Nya ini dengan seiizin-Nya juga. Akan tetapi  sayang, dunia telah memusuhi penampakan-Nya yang baru ini. Pada tangan mereka tiada lain kecuali kisah-kisah belaka. Tuhan mereka hanyalah menurut citra (dugaan) mereka sendiri. Hati mereka resah, semangat mereka lumpuh, dan di atas mata mereka ada tutupan.
      Umat-umat lain telah meninggalkan Tuhan Hakiki. Apa yang dapat dikatakan tentang mereka yang telah menjadikan anak Maryam sebagai Tuhan? Tengoklah keadaan orang-orang Islam, betapa mereka telah melantur jauh dari Dia, menjadi musuh kental bagi kebenaran dan menjadi penentang jalan lurus bagai musuh kejam.
       Contohnya,  apa-apa yang telah diserukan oleh golongan Nadwatul Ulama untuk kepentingan Islam, dan golongan Himayat-i-Islam, Lahore,  yang mengumpulkan  harta dari orang-orang Islam atas nama Islam. Benarkah orang-orang itu menginginkan  kesejahteraan bagi Islam?  Apakah orang-orang ini memberi dukungan kepada jalan lurus? Apakah mereka  mengetahui, di bawah musibah-musibah apa Islam sedang dihimpit, dan bagaimanakah Sunnah Ilahi akan bekerja untuk menyegarkannya kembali?
      Aku berkata dengan sesungguh-sungguhnya, sekiranya aku  tidak datang niscaya pengakuan (pendakwaan) mereka untuk mendukung Islam sedikit-banyak dapat diterima. Akan tetapi, orang-orang ini jadi  para terdakwa di hadapan Tuhan, sebab kendati mereka mengaku sebagai pendukung Islam, namun tatkala bintang terbit di langit mereka itulah yang pertama-tama mengingkarinya.
       Sekarang, bagaimanakah mereka akan memberi jawaban kepada Tuhan Yang telah mengutus diriku tepat pada waktunya? Akan tetapi mereka tidak acuh. Sementara matahari mendekati rembang  tengah hari, menurut mereka hari masih malam. Sumber mata air Tuhan telah memancar, namun mereka masih menangis-nangis di tengah padang belantara. Sebuah aliran sungai ilmu samawi sedang mengalir, namun mereka tidak tahu menahu. Tanda-tanda Tuhan sedang menampakkan diri, namun mereka tetap lengah. Tidak hanya lengah, bahkan mereka memusuhi Jemaat Ilahi.
       Seperti inikah yang disebut mendukung Islam, memelihara Islam? Dan menegakkan ajaran Islam seperti apa yang mereka laksanakan? Apakah dengan memaling muka, mereka dapat merintangi kehendak Tuhan, yang semenjak dahulu para nabi semuanya telah memberi kesaksian terhadap kehendak-Nya itu? Sesungguhnya nubuwatan Tuhan itu dalam waktu dekat akan terbukti benar. Sebagaimana Allah berfirman:
“Telah dipastikan Allah bahwa: Kami dan Rasul-rasul Kami niscaya akan memperoleh keunggulan”  QS. Al-Mujaadilah [58]:22

Sumber:
Kutipan buku BAHTERA NUH, terjemahan dari KISYTI NUH, 1905

IDUL FITRI SEMPURNA

Saudara-saudaraku, ijinkan aku menyampaikan Ied Mubarak teriring do’a semoga ibadahmu sekaliyan diterima Allah Ta’ala, amalanmu merupakan jariyah yang memberi manfaat bagi orang lain. Tak lupa aku mohon maaf lahir dan bathin atas segala khilaf dan kesalahan baik yang sengaja dan tak sengaja, tulus dari lubuk hatiku, amin.
Hari Ied biasa dirayakan dengan perasaan suka cita, hal itu dikarenakan oleh perasaan keberhasilan kita semua selama satu bulan penuh melaksanakan peribadatan baik yang wajib maupun yang sunnah selama bulan Ramadhan. Sehingga pantaslah kita semua mengklaim bahwa kita memperoleh kemenangan, namun benarkah kita telah menang? Menang atas peristiwa apa? Marilah kita sedikit merenungkan kembali ‘arti kemenangan’ tersebut, agar kita terhindar dari kriteria orang yang mendustakan agama yang disebabkan oleh perilaku kita sendiri yang disadari maupun tidak disadari.
Allah Ta’ala berfirman “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celaka bagi orang-orang yang melaksanakan shalat, namun lalai dari shalat (yang sejatinya). Orang-orang yang berbuat riya, dan enggan memberi barang-barang yang berguna bagi orang miskin.” (Al-Maa’un).
Saudara-saudaraku yang baik dan mulia,
Contoh sempurna dapat kita peroleh dari akhlaq mulia Rasulullah Muhammad s.a.w. terutama terkait dengan ‘perhatian terhadap orang-orang miskin’ . Rasulullah s.a.w. senantiasa prihatin memikirkan untuk memperbaiki keadaan golongan yang miskin dan mengangkat taraf hidup mereka di tengah-tengah masyarakat. Sekali peristiwa, ketika beliau sedang duduk-duduk dengan para Sahabat, lewatlah seorang kaya, Rasulullah s.a.w. menanyakan kepada salah seorang dari para Sahabat, apa pendapatnya tentang orang itu. Ia menjawab, “Ia seorang berada lagi terkenal. Jika ia meminang seorang gadis idamannya akan diterima dengan baik dan jika ia menjadi perantara untuk kepentingan seseorang, perantaraannya itu akan diterima.” Tak lama kemudian, lewatlah seorang orang lain yang nampaknya miskin dan tidak mampu. Rasulullah s.a.w. menanyakan kepada Sahabat tadi, bagaimana orang itu menurut pendapatnya. Ia menjawab, “Ya Rasulullah! Ia seorang miskin. Jika ia meminang seorang gadis, permintaannya tidak akan diterima dengan baik dan jika ia menjadi perantara untuk seseorang, perantaraannya akan ditolak dan jika ia berusaha mengajak bercakap-cakap dengan seseorang, ia tidak akan mendapat perhatian.” Setelah mendengar jawaban itu Rasulullah s.a.w. bersabda, “Nilai orang miskin itu jauh lebih tinggi dari nilai sejumlah emas yang cukup untuk mengisi sekalian alam” (Bukhari, Kitabal-Riqaq).
Seorang wanita Muslim biasa membersihkan Mesjid Nabi di Medinah. Rasulullah s.a.w. sudah beberapa hari tidak melihatnya lagi di mesjid dan beliau menanyakan keadaannya. Disampaikan kepada beliau bahwa ia sudah meninggal. Beliau bersabda, “Mengapa aku tidak diberi tahu kalau ia meninggal? Aku pasti akan ikut dalam sembahyang jenazahnya,” dan menambahkan, “Barangkali kalian tidak memandangnya cukup penting karena ia miskin. Anggapan itu salah. Bawalah aku ke kuburannya.” Kemudian beliau pergi ke sana dan mendoa untuk dia (Bukhari, Kitabal-Shalat). Beliau biasa bersabda bahwa ada orang-orang dengan rambut kusut-masai, tubuhnya tertutup dengan debu, dan mereka tidak disambut oleh orang-orang berada, tetapi begitu tinggi dihargai Tuhan sehingga jika dengan bertawakal kepada Tuhan mereka bersumpah atas nama Allah bahwa suatu hal akan mengalami perubahan, Tuhan akan membantu mereka” (Muslim, Kitabal-Bir wal Sila).
Sekali peristiwa beberapa Sahabat, bekas budak-budak tapi sudah dimerdekakan, bersama-sama duduk ketika Abu Sufyan (seorang pemimpin Quraisy yang memerangi kaum Muslim sampai hari jatuhnya Mekkah dan baru masuk Islam pada peristiwa itu) lewat disitu. Para Sahabat menegurnya dan mengingatkannya kembali kepada kemenangan yang dianugerahkan Tuhan kepada Islam. Abu Bakar mendengarnya dan tidak berkenan di hatinya bahwa seorang pemimpin Quraisy diperingatkan kepada penghinaan yang dideritanya, lalu kumpulan Sahabat itu ditegurnya. Ia menghadap Rasulullah s.a.w. dan menceriterakan peristiwa itu kepada beliau. Rasulullah s.a.w. bersabda, “Hai, Abu Bakar! Aku khawatir engkau telah melukai hati hamba-hamba Allah itu. Jika demikian, Tuhan akan murka terhadapmu.” Abu Bakar segera kembali kepada para Sahabat itu dan bertanya, “Wahai, saudara saudaraku! Apakah saudara-saudara sakit hati atas apa yang kukatakan tadi?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendendam atas perkataan anda. Semoga Tuhan memaafkan anda“ (Muslim, Kitab al-Fada'il). Tetapi, sementara Rasulullah s.a.w. menuntut supaya kaum miskin dihargai dan perasaan mereka tidak dilukai, dan memenuhi segala kebutuhan mereka, beliau berusaha juga meresapkan rasa harga diri ke dalam hati mereka dan mengajarkan agar tidak meminta-minta. Beliau biasa mengatakan bahwa tidak pantas bagi seorang orang miskin merasa puas dengan sebutir atau dua butir korma atau sesuap atau dua suap makanan, tetapi ia harus menghindarkan diri dari meminta-minta, betapapun beratnya cobaan yang dihadapinya (Bukhari, Kitab al-Kusuf). Sebaliknya, beliau biasa mengatakan juga bahwa tidak ada suatu kenduri mendapat berkah selama beberapa orang miskin juga tidak diundang. Aisyah r.a. menceriterakan bahwa seorang wanita miskin pada suatu ketika datang kepada beliau disertai oleh dua anak perempuannya yang masih kecil. Aisyah r.a. tak punya apa-apa pada saat itu, kecuali sebutir korma yang dapat diberikan oleh beliau kepada wanita itu. Wanita itu membagikannya kepada dua anaknya yang kecil itu dan kemudian mereka itu berlalu. Ketika Rasulullah s.a.w. tiba di rumah, Aisyah r.a. menceriterakan hal itu kepada beliau dan Rasulullah s.a.w. bersabda, “Jika seorang miskin mempunyai anak-anak perempuan dan ia memperlakukannya dengan baik, Tuhan akan menyelamatkan dia dari api neraka,” dan menambahkan, “Tuhan akan menyediakan surga kepada wanita itu disebabkan oleh perlakuan baiknya terhadap anak-anak perempuan” (Muslim). Sekali peristiwa diceriterakan kepada beliau bahwa seorang Sahabat bernama Said, seorang yang berada, membanggakan diri tentang hasil usahanya kepada orang-orang lain. Ketika Rasulullah s.a.w. mendengar hal itu, beliau bersabda, “Janganlah seorang menyangka bahwa kekayaan atau kedudukan atau kekuasaannya adalah semata-mata buah usahanya sendiri. Keadaannya tidak demikian. Kekuasaanmu dan kedudukanmu serta kekayaanmu, semuanya diperoleh dengan perantaraan si miskin.” Salah satu doa beliau ialah, “Ya Tuhan! Buatlah hamba ini tetap merendahkan diri selama hamba hidup, dan buatlah hamba merendahkan diri jika hamba mati dan bangkitkanlah hamba pada Hari Pembalasan bersama mereka yang merendahkan diri” (Tirmidhi, Abwab al-Zuhd).
Sekali peristiwa di musim panas, ketika beliau berjalan melalui suatu jalan raya dilihat beliau seorang Muslim yang sangat miskin sedang memikul barang-barang berat dari suatu tempat ke tempat yang lain. Ia seorang dengan paras amat sederhana dan nampak lebih tidak menarik lagi dengan baju yang kotor oleh keringat dan debu. Pandangannya sayu. Rasulullah s.a.w. mendekatinya dengan diam-diam dari belakang dan beliau seperti anak-anak kadang-kadang berbuat dalam senda gurau, menjulurkan tangan beliau ke muka dan menutup mata kuli itu agar ia menerka siapa beliau. Orang itu menjulurkan tangannya ke belakang dan sambil meraba-raba badan Rasulullah s.a.w. ia mengetahui bahwa Rasulullah s.a.w.- lah yang ada di belakangnya. Barangkali ia dapat menerka juga bahwa tak ada orang lain yang memperlihatkan kecintaan yang begitu mesra terhadap orang seperti dia. Karena hatinya senang dan padanya timbul keberanian, ia merapatkan dirinya ke tubuh Rasulullah s.a.w. serta menggosok-gosokkan badannya yang berdebu dan berkeringat itu ke pakaian Rasulullah, barangkali hendak meyakinkan dirinya sampai di mana Rasulullah s.a.w. mau membiarkan dirinya diperlakukan serupa itu. Rasulullah s.a.w. tetap mengulum senyum dan tidak menyuruhnya berhenti dari perbuatannya itu. Ketika orang itu telah merasa puas dan juga merasa terharu, Rasulullah s.a.w. bertanya, “Aku mempunyai seorang budak. Adakah menurut pendapatmu, orang yang mau membelinya?” Orang itu menyadari bahwa barangkali tak ada seorang pun di seluruh dunia kecuali Rasulullah s.a.w. sendiri yang berminat kepadanya dan dengan menghela nafas sedih ia menjawab, “Ya Rasulullah. Tidak ada seorang pun di bumi ini yang bersedia membeliku.” Rasulullah s.a.w. bersabda, “Tidak! Tidak! Kamu jangan berkata demikian. Kamu sangat berharga dalam pandangan Ilahi” (Syarh al-Sunnah).
Bukan saja beliau sangat prihatin akan kesejahteraan si miskin, tetapi beliau senantiasa menganjurkan pula kepada orang-orang lain untuk berbuat serupa. Abu Musa Asy'ari meriwayatkan bahwa jika seorang miskin menghadap Rasulullah s.a.w. dan mengajukan permintaan, beliau biasa bersabda kepada orang di sekitar beliau, “Kamu juga hendaknya memenuhi permintaannya itu sehingga mendapat pahala sebagai orang yang berperan serta dalam menggalakkan perbuatan baik” (Bukhari dan Muslim), dengan tujuan membangkitkan rasa cenderung untuk menolong si miskin di satu pihak dalam hati para Sahabat, dan di pihak lain menimbulkan kesadaran dalam hati kaum fakir-miskin adanya cinta dan rasa kasih saudara-saudara mereka yang kaya.
Saudara-saudaraku yang baik dan mulia,
Inilah kiranya praktek kehidupan yang perlu kita lakukan. Konsep sedekah sebagaimana dimaklumi di dunia ini umumnya bermakna ganda. Pada satu sisi, sedekah merupakan penghormatan bagi nilai-nilai lebih dari si pemberi sedekah. Di sisi lain, hal itu menimbulkan suatu gambaran yang memalukan atau merendahkan bagi si penerima. Laku menerima sedekah itu telah menurunkan status seseorang. Islam telah melakukan revolusionalisasi atas konsep tersebut.
Sebuah analisis menarik mengenai mengapa sebagian orang itu miskin sedangkan bagian lainnya kaya, dikemukakan dalam ayat Al-Quran berikut:
Dalam harta benda mereka ada hak bagi mereka yang meminta pertolongan dan bagi mereka yang tidak dapat meminta. (S.51 Al-Dzariyat: 20)
Pokok permasalahan yang luput dari perhatian adalah dalam penggunaan kata HAQ yang merangkum perilaku mereka yang memberi serta mereka yang menerima. Si pemberi diingatkan bahwa apa yang disedekahkannya kepada yang miskin itu sebenarnya bukan miliknya sendiri. Jelas ada sesuatu yang salah dalam suatu perekonomian dimana ada sekelompok orang yang dibiarkan miskin atau terpaksa mengemis untuk bisa hidup. Dalam suatu sistem perekonomian yang sehat, seharusnya tidak ada yang papa demikian. Dalam sistem demikian tidak harus seseorang mengemis demi kelangsungan hidupnya. Pesan yang dikemukakan ayat di atas adalah bahwa penerima sedekah tidak perlu merasa rendah diri atau malu karena sebenarnya Tuhan telah memberikan kepadanya hak mendasar untuk hidup pantas dan terhormat. Jadi, apa pun yang diberikan oleh pemberi sedekah sebenarnya adalah hak fakir miskin yang karena satu dan lain sebab berada di tangan si pemberi. Sebagaimana dikemukakan di atas, ajaran Tuhan terkait langsung dengan fitrat manusia. Setiap ketimpangan yang mungkin akan mengganggu keseimbangan akan diatasi dengan tindakan-tindakan korektif.
Saudaraku-saudaraku yang baik dan mulia,
Mudah-mudahan, materi ini bisa menjadi bahan renungan kita Keluarga Besar Malangyudo, apakah kita telah memenangkan Ied al Fitr ini, sehingga kita menjadi pantas merayakannya dengan suka cita. Sekian, sekali lagi mohon maaf lahir batin, Ied Mubarak, insya Allah kita masih dipertemukan lagi pada Ramadahan yang akan datang, amin.

Senin, 23 Juli 2012

SURI TAULADAN


Kehidupan Rasulullah Bagaikan Kitab Terbuka[1]

Kehidupan Pendiri Agung Agama Islam adalah bagaikan kitab terbuka yang pada tiap-tiap bagiannya kita menjumpai penjelasan dan perincian yang sangat menarik. Tidak ada Guru atau Nabi lain yang kehidupannya direkam begitu lengkapnya dan yang karenanya begitu mudah dipelajari seperti kehidupan Rasulullah s.a.w.. Memang banyaknya fakta-fakta yang tercatat itu telah membuka kesempatan untuk celaan-celaan jahat. Tetapi, menjadi kenyataan pula bahwa sesudah celaan-celaan itu diselidiki dan dibuktikan kekeliruannya, kepercayaan dan kecintaan, sebagai akibat dan hasilnya, tidak mungkin ditimbulkan oleh kehidupan siapa pun. Kehidupan-kehidupan yang gelap dan samar bebas dari celaan, tetapi semuanya gagal menimbulkan keyakinan dan kepercayaan dalam diri para pengikutnya. Beberapa kekecewaan dan kesukaran pasti tetap ada. Tetapi kehidupan yang begitu banyak diriwayatkan dengan sangat terinci seperti kehidupan Rasulullah s.a.w. memaksa kita merenung dan akhirnya timbul keyakinan; setelah celaan-celaan dan tuduhan-tuduhan palsu dilenyapkan, kehidupan yang demikian itu membangkitkan cinta kita yang penuh dan kekal. Tetapi, hendaknya menjadi jelas bahwa riwayat hidup yang demikian terbuka dan kayanya itu tidak mungkin diceritakan dengan singkat. Yang dapat diusahakan hanya sekelumit belaka. Tetapi pandangan sekejap mata pun tetap sangat berharga. Seperti kami katakan tadi, sebuah Kitab Wahyu hanya sedikit memberi daya tarik kecuali jika mempelajarinya itu dilengkapi dengan pengetahuan tentang Guru si pembawanya. Pokok ini telah diabaikan oleh kebanyakan agama. Agama Hindu, umpamanya, menjunjung tinggi Weda, tetapi tentang risyi-risyi yang menerima Weda dari Tuhan, kita tidak dapat menceriterakan apa-apa.
Keperluan melengkapi suatu ajaran agama dengan riwayat hidup pembawanya agaknya tidak dirasakan penting oleh tokoh-tokoh Hindu. Ulama-ulama Yahudi dan Kristen, pada lain pihak, tidak ragu-ragu memburuk-burukkan nabi-nabi mereka sendiri. Mereka lupa bahwa wahyu yang telah gagal dalam memperbaiki nama baik siapa yang menerimanya, tidak banyak lagi gunanya untuk orang-orang lain. Jika penerima wahyu sukar diketahui, maka timbullah pertanyaan, mengapa Tuhan telah memilih dia? Haruskah Dia berbuat demikian? Tak ada persangkaan yang nampaknya cocok. Mengira bahwa wahyu itu tidak dapat memperbaiki nama baik mereka yang menerimanya, sama tidak masuk akal seperti persangkaan bahwa Tuhan tak punya pilihan lagi kecuali memilih penerima wahyu yang tak punya kemampuan untuk menerima sebagian wahyu-wahyu-Nya. Walaupun demikian, pikiran dan persangkaan semacam itu telah menyelinap ke dalam berbagai agama, barangkali karena jarak waktu yang memisahkan mereka dari para Pendirinya atau karena kecerdasan otak manusia sampai diturunkannya Islam tidak sanggup mengetahui kesesatan pikiran semacam itu.

Betapa pentingnya dan berharganya soal menghubungkan sebuah Kitab Suci dengan Guru yang membawanya, sudah disadari sangat dini dalam Islam. Salah seorang dari istri-istri Rasulullah s.a.w. ialah Aisyah, yang masih muda sekali. Usia beliau kira-kira13-14 tahun ketika beliau dinikahkan kepada Rasulullah s.a.w. Kira-kira delapan tahun beliau hidup dalam ikatan nikah dengan Rasulullah s.a.w.. Ketika Rasulullah s.a.w. wafat, usia istri beliau baru 22 tahun. Beliau masih muda dan buta huruf. Walaupun demikian, beliau tahu benar bahwa suatu ajaran tak dapat dipisahkan dari Guru yang membawanya. Ketika beliau ditanya tentang akhlak dan kepribadian Rasulullah s.a.w., beliau menjawab segera bahwa akhlak Rasulullah s.a.w. adalah Al-Qur’an (Abu Daud). Apa yang diamalkan Rasulullah s.a.w. adalah apa yang diajarkan oleh Al-Qur’an. Pula apa yang diajarkan oleh Al-Qur’an adalah tak lain selain apa yang diamalkan beliau. Telah menambah kecemerlangan Rasulullah s.a.w. bahwa seorang wanita muda yang buta huruf sanggup menangkap suatu kebenaran yang tidak tertangkap oleh sarjana-sarjana Hindu, Yahudi, dan Kristen. Siti Aisyah r.a. melukiskan suatu kebenaran yang luhur dan penting itu dalam kalimat yang pendek dan sederhana; seorang Guru yang benar dan jujur tidak mungkin mengajarkan sesuatu tetapi melakukan lain lagi, atau mengerjakan sesuatu tetapi mengajarkan lain lagi. Rasulullah s.a.w. adalah Guru yang benar dan jujur. ltulah yang sesungguhnya ingin dikatakan Siti Aisyah r.a.. Rasulullah s.a.w. melakukan apa yang diajarkan, dan beliau mengajarkan apa yang dilakukan. Untuk mengetahui beliau, kita harus mengetahui Al-Qur’an dan untuk mengenal Al-Qur’an kita harus mengenal pula Rasulullah s.a.w..

Arabia Saat Rasulullah Lahir

Rasulullah dilahirkan di Mekkah dalam bulan Agustus 570 Masehi (Atau menurut penyelidikan mutakhir, Rasulullah lahir dalam bulan April 571). Nama yang diberikan kepada beliau adalah Muhammad yang berarti, Yang Terpuji. Untuk mengenal kehidupan dan watak beliau, kita harus mengetahui keadaan yang berlaku di Arabia pada waktu beliau dilahirkan. Ketika beliau lahir, seluruh Arabia, dengan sedikit kekecualian di sana-sini, menganut bentuk agama musyrik atau bertuhan banyak. Bangsa Arab itu mengaku keturunan Nabi Ibrahim a.s.. Mereka tahu benar bahwa Nabi Ibrahim a.s. itu Guru agama yang berpegang pada Tauhid. Walaupun demikian, mereka tetap berpegang pada polytheisme dan melakukan perbuatan-perbuatan musyrik. Sebagai pembelaan diri, mereka mengatakan bahwa beberapa manusia sangat menonjol perhubungannya dengan Tuhan. Syafaat (intersesi) mereka bagi orang lain diterima Tuhan. Tuhan adalah Wujud Yang Maha Luhur lagi Maha Agung. Bagi orang-orang kebanyakan sukar dapat sampai kepada Tuhan. Hanya manusia sempurna dapat berhubungan langsung dengan Tuhan. Oleh karena itu, orang-orang biasa harus mempunyai orang lain untuk menjadi perantara bagi kepentingan mereka sebelum mereka dapat meraih sendiri perhubungan langsung dengan Tuhan, dan menarik keridhaan dan pertolongan-Nya. Dengan pendirian demikian mereka berhasil memadukan rasa takzim kepada Nabi Ibrahim a.s. dengan ide kemusyrikan mereka. Mereka mengatakan bahwa Nabi Ibrahim a.s. itu seorang orang suci lagi mulia. Beliau dapat mencapai perhubungan dengan Tuhan tanpa perantara. Tetapi orang-orang Mekkah kebanyakan tidak mungkin mencapai Tuhan tanpa perantaraan orang-orang suci dan saleh. Untuk mencari dan mendapatkan perantaraan ini, kaum Mekkah telah membuat patung beberapa orang suci dan saleh; mereka menyembah patung-patung itu dan kepada serta lewat patung-patung itu mereka menyampaikan kebaktian untuk meraih ridha Ilahi. Pendirian demikian itu primitif lagi tidak masuk akal, selain itu penuh dengan cacat dan kelemahan. Tetapi, kaum Mekkah tidak menaruh rasa khawatir akan hal-hal itu. Sejak lama sekali mereka tidak dikunjungi Guru yang berpegang pada prinsip Tauhid Ilahi. Dan, sekali kemusyrikan menyelinap dan berakar dalam suatu masyarakat, maka menyebarlah kepercayaan itu tanpa mengenal batas dan tepi. Jumlah berhala mulai meningkat banyaknya. Pada saat kelahiran Rasulullah s.a.w., di dalam Ka'bah — rumah peribadatan yang didirikan oleh Nabi Ibrahim a.s. — konon ada sejumlah 360 buah berhala. Agaknya kaum Mekkah mempunyai sebuah berhala untuk tiap-tiap hari tahun Qomariah. Di tempat-tempat lain dan pusat-pusat lain terdapat berhala lain sehingga kita dapat mengatakan bahwa tiap-tiap daerah bagian Arabia telah tenggelam di dalam kemusyrikan. Bangsa Arab sangat gemar akan ragam budaya berpidato. Perhatian mereka sangat besar terhadap bahasa lisan dan amat bergairah untuk menggalakkannya. Namun, mereka sedikit saja mempunyai hasrat maju dalam bidang ilmu. llmu sejarah, ilmu bumi, matematika, dan sebagainya sama sekali tidak mereka kenal. Namun demikian, karena mereka merupakan penghuni padang pasir dan karena terpaksa harus mampu mengetahui jalan di padang pasir, tanpa bantuan tanda-tanda, mereka mengembangkan perhatian besar kepada ilmu falak (astronomi). Di seluruh negeri Arab tidak terdapat sebuah sekolah pun waktu itu. Konon, di Mekkah hanya terdapat satu-dua orang yang pandai baca tulis.
Dilihat dari segi akhlak, bangsa Arab merupakan kaum yang memiliki watak yang berlawanan. Mereka menderita cacat akhlak yang luar biasa, namun di samping itu mereka memiliki sifat-sifat yang terpuji. Mereka itu pemabuk-pemabuk berat. Untuk mereka mabuk-mabuk dan kehilangan kesadaran karena mabuk itu suatu perbuatan terpuji, bukan dosa. Anggapan mereka mengenai orang yang sopan ialah orang yang sering mengundang kawan-kawan dan tetangga pada perjamuan lomba minum arak. Tiap-tiap hartawan hendaknya mengadakan perjamuan minum arak lima kali sehari. Perjudian juga merupakan kegemaran mereka dan mereka telah menjadikannya suatu olah seni. Mereka tidak berjudi untuk menjadi kaya. Pemenangpemenang diharapkan menjamu kawan-kawan. Dalam waktu peperangan, dana-dana dihimpun lewat perjudian. Sekarang pun terdapat penyelenggaraan-penyelenggaraan lotre untuk mengumpulkan dana guna peperangan. Organisasi-organisasi itu telah dijelmakan di zaman kita ini oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika. Tetapi, mereka hendaknya menyadari bahwa dalam hal-hal itu mereka hanya meniru-niru bangsa Arab. Jika peperangan meletus, suku-suku Arab berkumpul dan menyelenggarakan pesta perjudian. Siapa senang dan mendapat keuntungan, dialah yang harus menanggung bagian terbesar biaya perang. Kemewahan-kemewahan hidup beradab tidak dikenal oleh orang-orang Arab. Mereka cukup mendapatkan kepuasan dalam minum-minum dan berjudi. Kesibukan mereka yang utama adalah perdagangan dan untuk itu mereka mengirimkan kafilah-kafilah mereka sampai ke tempat-tempat yang jauh-jauh. Dengan cara demikian mereka berniaga dengan Abessinia, Siria, dan Palestina. Mereka mempunyai pula hubungan perdagangan dengan India. Hartawan-hartawan mereka sangat menggemari pedang-pedang buatan India. Keperluan bahan pakaian mereka terutama dipenuhi oleh negeri-negeri Yaman dan Siria. Pusatpusat perdagangan terletak di kota-kota. Bangsa Arab lainnya, kecuali Yaman dan beberapa daerah bagian utara, terdiri atas orang-orang Badui.
Tak ada pemukiman-pemukiman yang tetap dan tidak ada tempat-tempat permanen yang berpenduduk. Berbagai suku bangsa telah membagi-bagi negeri di antara mereka sehingga anggota-anggota suku dengan bebas dapat bergerak di daerah bagian mereka. Jika persediaan air di suatu tempat habis, mereka bergerak ke tempat lain dan untuk sementara menetap di situ. Kekayaan mereka terdiri dari domba, kambing, dan unta. Dari bulu-bulu mereka membuat pakaian, dan dari kulit dibuat kemah-kemah. Selebihnya dijual-belikan di pasar. Emas dan perak tidak asing bagi mereka, tetapi tentu saja merupakan milik yang sangat langka. Orang miskin dan rakyat jelata membuat perhiasan dan mata uang dari kulit kerang dan bahan-bahan yang harum. Biji semangka dibersihkan, dikeringkan dan dirangkaikan menjadi kalung. Kejahatan dan perbuatan asusila yang bermacam-macam coraknya merajalela. Pencurian jarang terjadi, tetapi perampokan adalah hal yang lazim. Menyerang dan saling merampas dipandang hak turun-temurun. Tetapi, di samping itu, mereka sangat setia pada janji; di dalam segi ini mereka lebih dari pada bangsa lain. Jika seseorang pergi mendapatkan seorang pemimpin atau suatu suku yang berkuasa dan minta perlindungan, maka pemimpin atau suku itu merasa berkewajiban melindungi orang itu. Jika hal itu tidak diberikan, kehormatan suku itu jatuh di mata seluruh Arab. Ahli syair mendapat pengaruh dan penghargaan yang besar. Mereka dimuliakan bagaikan pemimpin-pemimpin bangsa. Pemimpin-pemimpin diharapkan mempunyai kesanggupan besar berpidato, bahkan pula mampu menggubah syair-syair. Keramahan terhadap tamu dipandang sebagai sifat kemuliaan bangsa. Seorang musafir yang tersesat diterima sebagai tamu terhormat oleh suatu suku. Ternak terbaik akan disembelih untuk menjamunya dan penghormatan sebaik-baiknya diperlihatkan. Mereka tidak menghiraukan siapa yang datang berkunjung. Untuk mereka cukup bahwa ada tamu datang. Kunjungan itu dipandang sebagai sesuatu yang menambah nilai kedudukan dan wibawa suku. Maka menjadi kewajiban suku itu untuk memuliakan tamu. Penghormatan terhadapnya berarti menghormati diri sendiri. Wanita tak mempunyai kedudukan dan hak dalam masyarakat Arab ini. Di antara mereka ada yang beranggapan bahwa membunuh anak perempuan adalah perbuatan yang terhormat. Tetapi, tidak benar kalau menyangka bahwa pembunuhan anak perempuan itu dilakukan besar-besaran. Kebiasaan yang sangat berbahaya itu tak mungkin berkembang di seluruh negeri. Hal semacam itu berarti lenyapnya bangsa. Hal yang benar ialah, di Arabia atau demikian pula di India atau negeri lain tempat pembunuhan anak pernah dilakukan, kebiasaan itu hanya terbatas pada beberapa keluarga. Keluarga-keluarga Arab yang melakukan hal itu mempunyai anggapan yang berlebih-lebihan tentang kedudukan mereka dalam masyarakat atau terpaksa oleh dorongan-dorongan lain. Mungkin mereka tidak dapat menemukan calon menantu yang pantas untuk anak-anak perempuan mereka; dengan kesadaran itu mereka membunuh bayi-bayi perempuan mereka. Kejahatan pranata (adat) ini terletak pada kebiadabannya dan kebuasannya, bukan dalam akibat yang diderita oleh penduduk negeri. Macam-macam cara dilakukan guna pembunuhan bayi perempuan itu, diantaranya mengubur hidup-hidup atau dengan jalan mencekik. Hanya ibu kandung yang dipandang sebagai ibu di dalam masyarakat Arab. Ibu tiri tidak dipandang sebagai ibu dan tidak ada peraturan yang melarang seorang anak laki-laki mengawini ibu tirinya setelah bapaknya meninggal. Beristrikan banyak adalah suatu kelaziman dan tidak ada batas jumlah istri yang boleh dikawin oleh seorang laki-laki. Lebih dari satu saudara sekandung boleh dikawin oleh seorang laki-laki pada waktu yang sama.
Perlakuan yang paling buruk dilakukan oleh satu pihak terhadap yang lain, dan sebaliknya, dalam peperangan. Jika kebencian meluapluap, mereka tidak ragu-ragu membelah badan prajurit-prajurit yang terluka, mengambil suatu bagian dan memakannya sebagai cara yang buas memakan daging sesama manusia. Mereka tidak segan-segan mencincang badan musuh. Memotong hidung atau telinga atau mencukil mata adalah cara-cara aniaya dan keganasan yang biasa mereka lakukan. Perbudakan begitu meluas. Suku-suku lemah dijadikan budak. Seorang budak tak mempunyai hak, tiap tuan berbuat sesuka hatinya terhadap budak-budaknya. Tidak ada tindakan dapat diambil terhadap tuan yang menganiaya budaknya. Seorang tuan dapat membunuh budaknya tanpa dituntut pertanggung-jawaban. Jika seorang tuan membunuh budak orang lain, hukumannya bukan hukuman mati. Apa yang diwajibkan kepadanya hanya berupa penggantian kerugian yang layak kepada pihak tuannya yang dirugikan. Budak wanita dipakai untuk pemuasan seksual. Anak yang lahir dari perhubungan demikian diperlakukan sebagai budak. Budak wanita yang sudah menjadi ibu, tetap menjadi budak. Dalam bidang kebudayaan dan peradaban, bangsa Arab merupakan kaum yang sangat terbelakang. Belas kasih dan tenggang rasa terhadap satu sama lain tidak mereka ketahui. Wanita merupakan bagian masyarakat yang paling buruk kedudukannya. Tetapi, di samping sifat-sifat buruk itu, bangsa Arab memiliki sifat terpuji juga. Keberanian, umpamanya, kadangkala mencapai peringkat mutu yang sangat tinggi. Di dalam kaum demikianlah Rasulullah s.a.w. dilahirkan. Ayahnya bernama Abdullah, meninggal sebelum Rasulullah s.a.w. lahir.
Maka beliau dan ibunya, Aminah, dipelihara oleh kakeknya yang bernama Abdul Mu’talib. Bayi Muhammad disusui oleh wanita kampung yang tinggal dekat Ta'if. Menyerahkan bayi kepada orang kampung untuk disusui, kemudian memeliharanya, mengajar bicara, dan menanam kebiasaan berlatih untuk menjaga kesehatan badan, merupakan kebiasaan pada zaman itu. Pada usia Muhammad enam tahun, ibunda wafat dalam perjalanan dari Medinah ke Mekkah, dan harus dikebumikan di perjalanan. Anak itu dibawa ke Mekkah oleh seorang khadimah, lalu menyerahkannya kepada kakeknya. Ketika berumur delapan tahun, kakek pun meninggal. Maka paman beliau yang bemama Abu Thalib menjadi pemeliharanya sebagai amanat terakhir kakeknya. Rasulullah s.a.w. dua-tiga kali mendapat kesempatan mengadakan perjalanan keluar Arabia. Di antaranya, beliau pada usia dua belas tahun ikut serta dengan Abu Thalib, pergi ke Siria. Agaknya, perjalanan ini hanya sejauh kotakota sebelah Tenggara Siria (Suriah), sebab dalam catatan sejarah perjalanan itu tidak disebut nama-nama tempat seperti kota Yerusalem. Mulai saat itu sampai tumbuh dewasa beliau tetap tinggal di Mekkah. Dari masa kanak-kanak beliau biasa bertafakkur dan berkhalwat. Dalam pertengkaran dan permusuhan antar orang-orang lain beliau tak pernah ikut campur, kecuali dengan tujuan mendamaikan mereka. Diriwayatkan bahwa suku-suku Mekkah dan sekitarnya, karena jemu mengalami
pertumpahan darah yang berlarut-larut, mengambil keputusan untuk mendirikan suatu perkumpulan dengan tujuan memberikan pertolongan dan perlindungan kepada korban perlakuan aniaya dan tidak adil. Ketika Rasulullah s.a.w. mendengar adanya usaha itu, segera beliau dengan gembira menggabungkan diri. Anggota perkumpulan itu mengadakan kegiatan seperti berikut:
Mereka akan menolong orang yang aniaya dan akan mengembalikan hak-hak mereka selama tetes air terakhir masih ada di lautan. Jika tak mereka lakukan demikian, mereka akan mengganti kerugian korban itu dari harta milik mereka sendiri (Raud-al-Unuf oleh Imam Suhaili).

Agaknya tidak pernah ada anggota lain dari perkumpulan itu merasa terpanggil untuk melaksanakan kegiatan yang sudah disepakati oleh setiap anggota perkumpulan itu. Kesempatan datang kepada Rasulullah s.a.w. ketika beliau mengumumkan tugas risalat beliau. Musuh yang paling besar, ialah Abu Jahal, seorang pemuka kabilah di Mekkah. Ia menganjurkan pemboikotan sosial dan penghinaan umum terhadap Rasulullah s.a.w.. Pada saat itu datang seseorang orang kampung dari luar Mekkah. Abu Jahal berhutang uang kepada orang itu,
tetapi ingkar melunasi. Hal itu diceriterakan kepada orang-orang Mekkah. Beberapa pemuda, semata-mata dengan niat jahat, menganjurkan minta pertolongan kepada Rasulullah s.a.w.. Mereka menyangka Rasulullah s.a.w. akan menolak membantu karena ada bahaya permusuhan umum terhadap beliau dan terutama takut akan perlawanan Abu Jahal. Jika Rasulullah s.a.w. menolak membantu orang dusun itu, beliau akan dituduh melanggar janji beliau kepada perkumpulan itu. Jika sebaliknya Rasulullah s.a.w. menolak dan menjumpai Abu Jahal untuk menuntut pembayaran hutangnya, pasti Abu Jahal akan mengusir beliau dengan penghinaan dan ejekan. Orang dusun itu menemui Rasulullah s.a.w.. Beliau tanpa ragu-ragu sedikitpun bangkit, lalu pergi bersama-sama dengan orang dusun itu dan mengetuk pintu rumah Abu Jahal. Abu Jahal keluar dan melihat penagih hutangnya berdiri di samping Rasulullah s.a.w. yang menyebut hutangnya dan meminta pembayaran. Abu Jahal sangat kaget dan tanpa membuat dalih apa pun, membayar sekaligus. Ketika para pemimpin Mekkah lainnya mendengar kejadian itu, mereka menyesali Abu Jahal dengan mencela kelemahan yang telah dibuktikannya, dan sikap yang bertentangan dengan bualannya. Dia yang menganjurkan boikot sosial terhadap Rasulullah s.a.w. tetapi malah ia sendiri menerima dan tunduk kepada perintah Rasulullah s.a.w. dan segera membayar hutangnya atas usul Rasulullah s.a.w.. Untuk membela diri Abu Jahal berkata bahwa tiap-tiap orang lain pun akan berbuat seperti dia. Dikatakan kepada mereka bahwa pada saat Rasulullah s.a.w. ada di ambang pintunya, ia melihat juga dua ekor unta buas di kanan-kiri Rasulullah s.a.w. dan siap menyerangnya. Kita tidak dapat menerangkan macam apa pengalaman itu. Apakah hal itu penampakan mukjizat untuk menakut-nakuti Abu Jahal atau, apakah pengaruh kehadiran Rasulullah s.a.w. yang sangat berwibawalah yang menimbulkan pemandangan khayal itu? Seorang yang dibenci dan dimusuhi oleh seluruh kota telah berani pergi seorang diri menemui pemimpin kota dan menuntut pembayaran hutangnya. Mungkin kejadian yang sama sekali tak terduga sebelumnya itu mengejutkan dan menakutkan Abu Jahal, dan sejenak membuat Abu Jahal lupa akan apa yang disumpahkannya terhadap Rasulullah s.a.w. dan mendorong dia berbuat menurut anjuran Rasulullah s.a.w. (Hisyam).

Kabar Ghaib Agung Menjadi Sempurna

Saat berperang telah mendekat, Rasulullah s.a.w. keluar dari kemah kecil, di sana beliau lama mendoa, lalu beliau mengumumkan: “Musuh pasti akan binasa dan melarikan diri.” Kata-kata itu diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w. selang beberapa waktu sebelum itu di Mekkah. Jelas wahyu itu berhubungan dengan perang ini. Ketika kekejaman Mekkah mencapai puncaknya dan kaum Muslimin sedang berhijrah ke tempat-tempat mereka dapat hidup dengan aman dan damai, Rasulullah s.a.w. menerima wahyu dari Allah:

Dan, sesungguhnya telah datang kepada kaum Firaun, para pemberi peringatan. Mereka mendustakan Tanda-tanda Kami semuanya, maka Kami sergap mereka dengan sergapan Dzat Yang Maha Perkasa. Maha Kuasa. Apakah orang-orang kafir kamu lebih baik daripada orang-orang sebelum kamu? Atau apakah ada bagimu jaminan kebebasan di dalam kitab-kitab terdahulu? Atau apakah mereka berkata, “Kami golongan yang bersatu, yang menang?” Golongan itu akan segera dikalahkan dan akan membalikkan punggung mereka, melarikan diri. Bahkan Saat itu telah dijanjikan kepada mereka; dan Saat itu paling mengerikan dan paling pahit. Sesungguhnya, orang-orang yang berdosa berada dalam kesesatan dan mengidap penyakit gila. Pada hari ketika mereka akan diseret ke dalam Api bersama-sama pemuka mereka. Dikatakan kepada mereka, “Rasakanlah sentuhan azab neraka.” (54:42-49).

Ayat-ayat itu bagian dari Surah Al-Qamar dan menurut semua riwayat, Surah itu diturunkan di Mekkah. Para alim-ulama Islam menempatkan turunnya wahyu itu di antara tahun kelima dan sepuluh Nabawi, yaitu, sekurang-kurangnya tiga tahun sebelum hijrah. Kemungkinan besar wahyu itu diturunkan delapan tahun sebelum Hijrah. Sarjana-sarjana Eropa juga sepakat dengan pendapat ini. Menurut Noldeke, seluruh Surah ini diturunkan sesudah tahun kelima Nabawi. Wherry memandang waktu itu agak terlalu dini. Menurut dia, Surah itu termasuk tahun keenam atau ketujuh sebelum Hijrah atau sesudah Nabawi. Pendek kata, para alim-ulama Islam dan sumber-sumber bukan-Islam kedua-duanya bersepakat bahwa Surah ini diwahyukan selang bertahun-tahun sebelum Rasulullah dan para Sahabat berhijrah dari Mekkah ke Medinah. Nilai ayat-ayat Makiyyah sebagai ayat-ayat yang mengandung kabar-ghaib sama sekali tidak dapat diragukan atau dibantah. Dalam ayat-ayat ini ada isyarat-isyarat yang jelas mengenai apa yang bakal terjadi pada kaum Mekkah di medan pertempuran Badar. Nasib malang yang akan mereka alami jelas diramalkan. Ketika Rasulullah s.a.w. keluar dari kemah, beliau menyatakan ulang kabarghaib dalam Surah Makiyyah itu. Beliau agaknya ingat kepada ayat-ayat Makiyyah itu waktu beliau berdoa di dalam kemah. Dengan membaca satu dari antara ayat-ayat itu, beliau memperingatkan para Sahabat bahwa saat yang dijanjikan dalam wahyu Makiyyah itu telah datang.
Dan, Saat itu sungguh-sungguh telah datang. Nabi Yesaya (21:13-17) telah mengabar-ghaibkan perihal saat itu. Pertempuran mulai berkecamuk meskipun kaum Muslim belum siap dan orang-orang kafir telah mendengar nasihat agar jangan berperang. Tiga ratus tiga belas orang-orang Islam, kebanyakan tidak punya pengalaman dan tidak pandai berperang, dan hampir semuanya tanpa perlengkapan yang cukup, menghadapi kekuatan yang tiga kali lipat dan semuanya prajurit yang berpengalaman. Dalam beberapa jam saja banyak pemimpin Mekkah terkemuka menemui ajal mereka. Sesuai dengan apa yang dikabarghaibkan oleh Nabi Yesaya, habislah segala kemuliaan Kedar. Balatentara Mekkah melarikan diri pontang-panting dan dalam keadaan kacau-balau meninggalkan mereka yang tewas dan beberapa yang tertawan. Di antara tawanan-tawanan itu terdapat paman Rasulullah s.a.w., Abbas, yang biasanya melindungi Rasulullah s.a.w. di masa beliau tinggal di Mekkah. Abbas terpaksa ikut serta dengan kaum Mekkah dan memerangi Rasulullah s.a.w.. Tawanan lain bernama Abul 'As, mantu Rasulullah s.a.w.. Di antara mereka yang tewas terdapat Abu Jahal, Panglima Tertinggi lasykar Mekkah dan, menurut segala riwayat, merupakan musuh Islam yang terbesar. Kemenangan telah tiba, tetapi menimbulkan rasa yang campur-baur pada Rasulullah s.a.w.. Beliau gembira atas sempurnanya janji-janji Ilahi yang berulang-ulang diturunkan selama jangka waktu empat belas tahun yang lampau. Janji-janji yang telah tercatat dalam beberapa Kitab agama terdahulu. Tetapi, pada saat itu juga beliau bersedih hati atas kemalangan kaum Mekkah. Alangkah menyedihkannya nasib yang mereka jumpai! Jika kemenangan itu diraih oleh orang lain selain beliau, ia akan melompat-lompat kegirangan. Tetapi melihat para tawanan di hadapan beliau, diikat dan dibelenggu, mata beliau dan mata sahabat karib beliau, Abu Bakar, digenangi airmata. Umar, yang di hari kemudian mengganti Abu Bakar menjadi khalifah kedua Islam, menyaksikan hal itu, tetapi ia tidak dapat memahami, mengapa Rasulullah s.a.w. dan Abu Bakar menangisi kemenangan? Umar menjadi bingung. Maka ia memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah s.a.w., “Ya Rasulullah, katakanlah kepadaku, mengapa anda menangis jika Tuhan memberi kemenangan yang begitu besar. Jika kita harus menangis, aku akan ikut menangis atau sedikitnya memperlihatkan muka sedih.” Rasulullah s.a.w. menunjuk kepada nasib malang tawanan-tawanan. Itulah akibat pembangkangan terhadap Tuhan.
Nabi Yesaya berkali-kali menyebut keadilan Nabi itu; ia yang keluar dengan kemenangan dari perang mati-matian. Ihwal keadilannya telah terpamer pada peristiwa berikut ini. Dalam perjalanan pulang ke Medinah, Rasulullah s.a.w. malam harinya beristirahat di perjalanan. Para sahabat setia yang menjaga beliau dapat melihat, betapa Rasulullah s.a.w. tampak resah dan tidak dapat tidur. Segera mereka menerka bahwa hal itu disebabkan oleh karena beliau mendengar rintihan paman beliau, Abbas, yang berbaring di dekat situ diikat dengan kuatnya sebagai tawanan perang. Mereka melonggarkan tali pengikat Abbas. Rintihan Abbas berhenti. Rasulullah s.a.w., tidak terganggu lagi oleh rintihannya, mulai tertidur. Tak lama kemudian beliau bangun dan merasa heran, mengapa tidak lagi terdengar rintihan Abbas. Beliau setengah menyangka bahwa Abbas telah pingsan. Tetapi para sahabat yang menjaga Abbas mengatakan bahwa mereka telah melonggarkan tali pengikat Abbas supaya Rasulullah s.a.w. dapat tidur pulas. “Jangan, jangan!” sabda Rasulullah s.a.w. “Tidak boleh ada ketidakadilan. Jika Abbas masih keluargaku, tawanan-tawanan lainnya pun mempunyai ikatan kekeluargaan dengan orang-orang lain Longgarkan semua tali pengikat mereka atau ikat kembali erat-erat tali pengikat Abbas juga.” Para Sahabat mendengar teguran itu lalu mengambil keputusan untuk melonggarkan ikatan semua tawanan dan mereka sendiri memikul dengan penuh rasa tanggung jawab kewajiban penjagaan. Kepada para tawanan yang pandai baca-tulis dijanjikan
kemerdekaan jika mereka dapat mengajar sepuluh anak laki-laki Mekkah sebagai tebusan kemerdekaan. Mereka yang tak punya siapa-siapa yang dapat membayar tebusan mereka, dapat meraih kemerdekaan mereka atas permohonan sendiri. Dengan membebaskan para tawanan dengan cara serupa itu Rasulullah s.a.w. menyudahi kebiasaan kejam, yaitu, kebiasaan menjadikan tawanan perang sebagai budak belian.

Dikutip oleh:
Redaktur Baleajar Tanjungsari


[1]     Petikkan dari beberapa Sub Bab dalam buku RIWAYAT HIDUP RASULULLAH SAW karya Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad a.t.b.a

IMAM MAHDI dan NABI ISA as ?


Kontroversi tentang hadits-hadits yang mengabarkan akan datangnya kembali Nabi Isa ‘alaihis salam memang menarik diperhatikan, utamanya bagi para peneliti dan pencari ilmu.

1.      Contoh Hadis tentang datangnya Imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam

Banyak sekali jumlah Hadits tentang datangnya Imam Mahdi dan Nabi Isa ibnu Maryam ‘alaihis salam, namun dirasa cukup dengan 3 Hadits sebagai contoh, yaitu:

Kemudian Isa ibnu Maryam ‘alaihimas salam datang dari arah barat dengan membenarkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agamanya, lalu ia membunuh Dajjal (Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dan Ar-Ruyani, Al-Hakim dalam Adh-Dhiya’ul-Muqaddas fil-Mukhtarah dari Samrah radhiyallahu ‘anh dan Kanzul-Umal, Juz XIV/387

Kemudian Isa ibnu Maryam turun dengan membenarkan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas agamanya sebagai Imam Mahdi dan Hakim yang adil,  lalu ia membunuh Dajjal (Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dari Anillah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anh dan Kanzul-Umal, Juz XIV/38808)

Dan demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh Isa ibnu Maryam hampir turun di kalangan kamu sebagai hakim yang adil, imam yang adil, lalu ia akan memecahkan salib, membunuh Dajjal, meletakkan pajak, membagi-bagikan harta sampai-sampai tiada seorang pun yang menerimanya, sehingga sekali sujud lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya (Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, Al-Bukhari, Muslim, At-Turmudzi, Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anh dan Kanzul-Umal, Juz XIV/38842)

Menurut penelitian Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, Hadis-hadis tentang Al-Mahdi dan Isa Al-Masih adalah mutawatir, bukan dhaif apalagi maudhu’ sebagaimana kata beliau berikut ini:

Dengan semua apa-apa yang telah kita sebutkan sudah ditetapkan bahwa Hadis-hadis yang berhubungan dengan Al-Mahdi yang ditunggu-tunggu, Hadis-hadis yang berhubungan dengan Dajjal dan Hadis-hadis yang berhubungan dengan turunnya Isa Al-Masih itu adalah mutawatir (Chujajul-Kiramah, hal. 434).

Dengan demikian Hadits tentang datangnya Imam Mahdi dan Isa Al-Masih Ibnu Maryam itu tidak diragukan kebenaran dan keshahihannya, karena banyak sahabat Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meriwayatkannya. Perlu diketahui bahwa dalam Hadis tersebut Isa ibnu Maryam itu dinyatakan sebagai Imam Mahdi, dengan demikian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa Imam Mahdi dan Isa ibnu Maryam yang dijanjikan kedatangannya pada akhir zaman itu adalah satu orang yang memiliki 2 gelar, bukan menunjukkan 2 orang yang berbeda.


2. Nama para Sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meriwayatkan
Diantara para sahabat Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meriwayatkan tentang akan datangnya Imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam adalah Abdullah ibnu Abbas, Abdullah ibnu Umar, Thalhah, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, Anas bin Malik, Abu Sa’id Al-Khudri, Ummu Habibah, Ummu Salamah, Tsauban, Qurrah bin Ilyas radhiyallahu ‘anhum. Dengan demikian kebenaran Hadits-hadits tersebut sangat meyakinkan, tidak ada keraguan sedikitpun. Terlebih Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa mencintai para sahabat dan keluarga beliau itu adalah asas bagi agama Islam,beliau bersabda:

Islam itu telanjang, maka pakaiannya adalah rasa malu, perhiasannya adalah menunaikan janji, kehormatannya adalah amal saleh dan tiangnya adalah menjauhi setiap yang tidak baik. Segala sesuatu mempunyai pondasi, sedang pondasi Islam adalah mencintai para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mencintai keluarga rumahnya (Ibnu An-Najjar dari Al-Husain bin Ali radhiyallahu ‘anh dan Kanzul-Ummal, Juz XI/32523)


3. Kitab-kitab yang Memuat Hadits tentang Imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam
Kitab-kitab yang mengandung Hadits Al-Mahdi antara lain ialah kitab Hadits Ad-Daruquthni, At-Turmudzi, Abu Daud, Al-Bazzar, Ibnu Majah, Al-Hakim, Ath-Thabari (lihat Muqaddamah Ibnu Khaldun, pasal 52, halaman 311) sedang kitab-kitab yang mengandung tentang Nabi Isa, Ibnu Maryam atau Al-Masih antara lain: Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Turmudzi, An-Nasa’I dan Adh-Dhiya’, Ibnu Majah, Musnad Ahmad bin Hanbal, Al-Mustadrak karya Al-Hakim, Fawa’idul-‘Iraqin, Ath-Thayalis, Al-Hilyah Abu Nu’aim, Ad-Dailami dan Kanzul-Ummal Fi Sunanil Aqwal wal-Af’al karya Allamah Alauddin Ali Al-Muttaqi bin Hisamuddin Al-Hindi Al-Burhan Fauri wafat 975 H.

Menurut Ulama Ahlis-Sunnah wal-Jamaah beriman kepada Imam Mahdi atau Nabi Isa ‘alaihis salam adalah wajib, sebagaimana tertulis:

Beriman kepada datangnya Imam Mahdi itu wajib, sebagaimana telah dibenarkan oleh para Ulama dan telah dijelaskan dalam aqidah-aqidah Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah dan juga diakui oleh Ahlusy-Syi’ah (Lawaichul-Anwaril-Bahiyah, Juz II, hal. 80).


4. Pendapat Mu’tamar NU

Dalam Mu’tamar Nahdlatul Ulama’ ke-3 di Surabaya, tanggal 12 Rabiul Tsani 1347H./ 28 September 1928 M, Mu’tamar mengeluarkan ittifaq hukum mengenai beberapa masalah diniyah termasuk masalah Al-Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam bahwa mereka mewajibkan untuk meyakini turunnya Nabi Isa pada akhir zaman sebagai Nabi dan Rasul yang melaksanakan syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Agar lebih mantap dan jelas, silakan membaca kutipan berikut ini:

46. S. Bagaimana pendapat Muktamar tentang Nabi Isa as setelah turun kembali ke dunia. Apakah tetap sebagai Nabi dan Rasul? Pada hal Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir. Dan apakah madzhab empat itu akan tetap ada pada waktu itu?

       J. Kita wajib berkeyakinan bahwa Nabi Isa as itu akan diturunkan kembali pada akhir zaman nanti sebagai Nabi dan Rasul yang melaksanakan syariat Nabi Muhammad SAW dan hal itu, tidak berarti menghalangi Nabi Muhammad sebagai Nabi yang terakhir, sebab Nabi Isa as hanya akan melaksanakan syari’at Nabi Muhammad. Sedang madzhab empat pada waktu itu hapus (tidak berlaku) (Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdlatul Ulama kesatu – 1926 s/d kedua puluh sembilan 1994, K.H.A. Aziz Masyhuri, diterbitkan PP RMI Bekerja sama dengan Dinamika Press Surabaya, 1997, halaman 36)

Pendapat Ulama Nahdlatul Ulama (NU) tersebut, mereka sokong dengan keterangan dari kitab Syarakh Ar Raudl Juz III. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa turunnya Nabi Isa ‘alaihis salam akhir zaman itu tidak bertentangan dengan ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu Khataman-Nabiyyin karena beliau tidak menghapus, bahkan menetapkan syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengamalkannya. Adapun cara Allah ta’ala dalam mengajarkan syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Al-Mahdi atau Nabi Isa as itu dengan memberikan wahyu melalui malaikat Jibril as. Jadi, keyakinan warga Jemaat Ahmadiyah yang menyatakan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan Nabi Isa ‘alaihis salam yang dijanjikan kedatangannya oleh Sayyidina Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu tidak bertentangan dengan Al-Quran, Hadits, pendapat Ulama zaman dulu, Ulama NU (Nahdlatul Ulama) serta Ulama yang mengaku Ahlis-Sunnah wal-Jamaah. Bahkan, beliau itu merupakan bukti nyata dari kebenaran Al-Quran, Hadits dan pendapat para Ulama sebelum dan sesudahnya yang mengaku sebagai golongan Ahlis-Sunnah wal-Jamaah.

Ditulis oleh:
Abdul Rozzaq (Dosen Sekolah Mubaligh)