Parthenogenesis: reproduksi
non-seksual, yakni pertumbuhan sel telur (ovum) menjadi individu tanpa pembuahan
melalui sperma. Parthenogenesis sangat umum di dunia serangga dan ikan, dan
rutin di kalangan hewan seperti aphid (sejenis serangga
kecil yang memakan tumbuh-tumbuhan). Dikalangan reptil terdapat bukti kuat
bahwa parthenogenesis dapat menjadi suatu strategi yang sukses bagi kadal-kadal
dilingkungan dengan curah hujan yang rendah dan tidak dapat diperkirakan[1]
. Di Lancet pada tahun 1955 dilaporkan, seorang wanita memperoleh seorang anak
perempuan di mana parthenogenesis tidak dapat disangkal. Hal ini telah diproduksi
di kalangan mamalia secara eksperimen. Walau demikian, tidak ada data yang
pasti mengenai kelahiran mamalia parthenogenetik. Pencapaian yang paling tinggi
adalah embryo tikus dan kelinci parthenogenetik yang telah tumbuh normal
separuh jalan dalam kehamilan, tetapi kemudian mati dan telah digugurkan. Di
kalangan manusia sebuah studi riset baru-baru ini dilakukan tentang "The
development and systematic study of the parthenogenetic activation and early
development of human oocyte."[2]
Dalam pengkajian ini, oocyte manusia, yang baru belum mengalami
fertilasi setelah disatukan dengan sperma, dimasukkan ke dalam alkohol atau
kalsium ionophore dan diteliti untuk bukti activation/pengaktifan. Hasil
pengkajian ini adalah, oocyte manusia dapat diaktifkan secara parthenogenetik
dengan menggunakan kalsium ionophore, tetapi dalam angka yang rendah
dibandingkan dengan yang tampak pada oocyte tikus. Parthenot manusia
dapat menyempurnakan divisi hingga tahap 8-sel. Data ini menampilkan adanya
kemungkinan bahwa gugurnya kehamilan tahap awal pada manusia dapat saja
melibatkan oocyte yang telah diaktifkan dengan spontan secara parthenogenetik.
Suatu kejadian parthenogenetik parsial pada seorang manusia telah dilaporkan di
New Scientist edisi 7 Oktober 1995 dengan judul, "The boy whose
blood has no father."1 Dalam kasus pria, seluruh sel harus memiliki
kromosom Y, tetapi dalam kasus kajian yang satu ini mengenai seorang anak
lakilaki berusia 3 tahun, sel-sel darah putih hanya mengandung kromosom XX
saja. Para peliput juga memaparkan bahwa kadang-kadang, kromosom-kromosom
wanita membawa satu kromosom X yang termasuk gen pria, dan para periset pada
mulanya menduga kasus kajian mereka merupakan sebuah contoh sindroma tersebut.
Namun, mereka telah menggunakan teknologi DNA yang sangat sensitif, dan mereka
tidak berhasil mendeteksi materi kromosom Y satu pun dalam sel-sel darah putih
anak itu. Akan tetapi, kulit anak itu didapati berbeda secara genetika dari
darahnya, yakni memiliki kromosom X dan Y keduanya. Suatu analisa yang lebih
rinci terhadap kromosomkromosom X pada kulit dan darah anak itu, menunjukkan bahwa
seluruh kromosom X identik dan sepenuhnya berasal dari ibunya. Demikian pula,
anggota-anggota pada masingmasing pasangan 2 kromosom lain dalam darahnya
sangat identik, seluruhnya berasal dari sang ibu. Penjelasan yang diberikan
oleh para periset tersebut adalah, ovum yang belum mengalami fertilasi telah
mengaktifkan dirinya sendiri dan membelah diri menjadi sel-sel yang identik;
salah satu sel tersebut kemudian difertilasi oleh sperma dari sang bapak dan
hasil campuran sel-sel itu mulai tumbuh sebagai sebuah tampak pada oocyte tikus.
Parthenot manusia dapat menyempurnakan divisi hingga tahap 8-sel. Data
ini menampilkan
adanya kemungkinan bahwa gugurnya kehamilan tahap awal pada manusia dapat saja
melibatkan oocyte yang telah diaktifkan dengan spontan secara parthenogenetik.
Suatu kejadian parthenogenetik parsial pada seorang manusia telah dilaporkan di
New Scientist edisi 7 Oktober 1995 dengan judul, "The boy whose
blood has no father."1 Dalam kasus pria, seluruh sel harus memiliki
kromosom Y, tetapi dalam kasus kajian yang satu ini mengenai seorang anak
lakilaki berusia 3 tahun, sel-sel darah putih hanya mengandung kromosom XX
saja. Para peliput juga memaparkan bahwa kadang-kadang, kromosom-kromosom
wanita membawa satu kromosom X yang termasuk gen pria, dan para periset pada
mulanya menduga kasus kajian mereka merupakan sebuah contoh sindroma tersebut.
Namun, mereka telah menggunakan teknologi DNA yang sangat sensitif, dan mereka
tidak berhasil mendeteksi materi kromosom Y satu pun dalam sel-sel darah putih
anak itu. Akan tetapi, kulit anak itu didapati berbeda secara genetika dari
darahnya, yakni memiliki kromosom X dan Y keduanya. Suatu analisa yang lebih
rinci terhadap kromosomkromosom X pada kulit dan darah anak itu, menunjukkan bahwa
seluruh kromosom X identik dan sepenuhnya berasal dari ibunya. Demikian pula,
anggota-anggota pada masingmasing pasangan 2 kromosom lain dalam darahnya
sangat identik, seluruhnya berasal dari sang ibu. Penjelasan yang diberikan
oleh para periset tersebut adalah, ovum yang belum mengalami fertilasi telah
mengaktifkan dirinya sendiri dan membelah diri menjadi sel-sel yang identik;
salah satu sel tersebut kemudian difertilasi oleh sperma dari sang bapak dan
hasil campuran sel-sel itu mulai tumbuh sebagai sebuah embrio normal. Hal ini
menggambarkan bahwa terbentuknya sel-sel secara parthenogenetik di kalangan
mamalia tidak selamanya gagal. Dalam kasus anak laki-laki ini, proses itu
berhasil menciptakan suatu sistim darah normal.
Hermaphroditisme: suatu keganjilan
sex, dalamnya terdapat gonads kedua jenis kelamin; alat kelamin luar
menunjukkan ciri-ciri kedua jenis kelamin (jantan dan betina) dan kromosom-kromosom
menunjukkan campuran jantan dan betina (xx/xy). Sebuah studi dilakukan di
Belanda tahun 1990, disebut "Combined Hermaphroditism and Auto
fertilization in a Domestic Rabbit." Dalam studi ini seekor kelinci
yang benar-benar hermaphrodit mengawini beberapa betina dan telah menjadi bapak
bagi lebih dari 250 anak yang terdiri dari jantan dan betina. Pada musim
beranak berikutnya, kelinci yang dikurung terpisah itu, menjadi hamil dan
melahirkan tujuah ekor anak kelinci sehat yang terdiri dari jantan dan betina. Kelinci
tersebut dikurung terpisah, dan ketika diotopsi ia kembali sedang dalam keadaan
hamil dan menampakkan dua ovari yang masih berfungsi serta dua buah zakar (testis)
yang subur. Sebuah preparat kromosom menunjukkan jumlah diploid autosom, dan
dua kromosom sex dalam konfigurasi yang tidak jelas. Sebuah studi telah
dilakukan pada seorang manusia hermaphrodit pada Bagian Obstetrik &
Ginekologi, Chicago, Rumah Sakit Lying-in, Illinois.1 Tujuan riset ini adalah
untuk menentukan peristiwa-peristiwa penghamilan (konsepsi) yang terjadi pada
seorang hermaphrodit tulen 46xx, 46xy, serta untuk melaporkan kehamilan pertama
pada seorang hermaphrodit tulen 46xx, 46xy dengan sebuah ovotestis (ovum dan
zakar). Bentuk studi ini termasuk pengkajian kromosom pada lymphocytes (getah
bening) dan fibroblasts, antigen-antigen sel darah merah,
antigen-antigen leucocyte manusia, dan kehadiran y chromosome
deoxyribonucleic acid telah dianalisa. Temuan-temuan itu diperbandingkan
dengan data kelompok darah orangtua serta saudara kandung. Hasil studi ini
menunjukkan bahwa pasien kita adalah sesuatu yang aneh; suatu organisme yang
dalamnya terdapat paling tidak dua jenis tissue/jaringan [daging] yang berbeda dalam
bentuk genetik mereka, juga dengan kontribusi ganda dari ibu dan bapak. Sebagai
tambahan, di samping memiliki sebuah ovotestis, [pasien] wanita itu telah
mengandung dan melahirkan seorang anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar