Bagi orang yang beriman akan Sang Maha Pencipta
sepakat bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Pertanyaannya kemudian adalah, bilamana manusia akan mencapai keadaan sempurna
sebagai makhluk ciptaan Tuhan? Manusia tidak akan lepas dari keadaan alamiahnya
yang mengalami lapar dan dahaga, perasaan takut dan gembira, marah dan cinta.
Pada situasi memuncak dan terjepit, manusia sering kehilangan kontrol dan yang
muncul adalah sifat alamiahnya (binatangnya) untuk bertahan atau menyerang, dan
bahkan membunuh. Orang Barat menyebutnya homo
homini lupus. Dalam komunitasnya, manusia bergaul dan berteman,
bekerjasama, berpolitik. Manusia menginginkan keadaan masyarakat penuh damai,
toleransi dan saling membantu. Mereka yang kuat membantu yang lemah, tanpa harus
menjatuhkan martabat Si Lemah. Pepatah mengatakan, memberi dengan tangan kanan,
tangan kiri jangan melihat. Orang Barat menyebutnya homo homini socius. Dalam keadaan sadar dan penuh tanggung-jawab
akan posisinya sebagai makhluk Tuhan, mereka yang berkecukupan harta mepunyai
‘kewajiban’ menyerahkan sebagaian harta yang Tuhan rezekikan untuk ‘jalan
kebaikkan’ melalui Baitul Maal. Dalam keadaan memuncak dan terjepit, maka
manusia dihadapkan dengan pilihan memenuhi ‘kewajiban’nya untuk taqwa, takut
kepada Tuhannya atau menghindar dan menjauh. Janji Tuhan yang tak pernah bohong
“..... Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, Dia akan membuat baginya suatu
jalan keluar. Dan, Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari mana tidak pernah
ia menyangka....” (QS.65: 2-3). Pada saat semacam ini,
kecerdasan spiritualitas manusia diuji. Membelanjakan harta dijalan Allah bukan
secuil, tetapi jelas dan terukur. Zakat, diukur secara matematis, 2,5% dari
harta berumur setahun yang mencapai nilai kewajibannya, yang ini gak usah
dipikirin, laksanakan saja alias hukumnya wajib. Sadaqah, dibayarkan sesuai
situasi yang terjadi, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW hingga beliau
tak lagi wajib membayar Zakat-nya karena hartanya tak lagi sampai nisab-nya.
Infaq, dibayarkan oleh siapa saja, baik kaya maupun miskin untuk perjuangan
mencapai totalitas ketaqwaan, alias kesempurnaan. Setelah manusia jalankan
kewajibannya (Zakat), dan kepeduliannya (Sadaqah), kemudian dititik ini,
manusia siapa saja, kaya – miskin, pintar – bodoh, lelaki – perempuan, dan
lain-lain memperoleh kesempatan yang sama untuk ikhlas ber-Infaq guna mencapai
kesempurnaan manusia sebagai makhluk Tuhan. Sungguh Tuhan Maha Adil, memberi
kesempatan kepada siapa saja yang bertaqwa untuk mencapai kesempurnaannya
dengan kemampuannya masing2 yang diukur dari hati yang ikhlas. Jangan pernah
anda bayangkan untuk mencapai kesempurnaan, manusia hanya memasukkan coin
di kotak infaq. Orang yang takut kepada Allah Ta’ala, dalam setiap musibah
Allah Ta’ala akan membukakan jalan keikhlasan untuknya, dan ia akan menciptakan
sarana-sarana penghasilan/nafkah bagi orang itu yang tidak pernah terbayangkan
olehnya. Yakni, inipun merupakan sebuah tanda orang yang mutaqi, bahwa Allah
Ta’ala tidak menjadikan orang mutaqi itu butuh akan keperluan-keperluan yang
tidak bermanfaat. Inilah jalan kesempurnaan, manusia bekerja dengan ikhlas
penuh dedikasi dan profesional. Ia tunaikan kewajibanya tanpa ragu-ragu dan
banyak alasan, ia bangun sensitifitas kepeduliannya kepada orang lain dan ia
ikhlaskan pengorbanan hartanya penuh niat dan taqwa untuk perjuangan mencapai
kesempurnaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar