Cendekiawan Pakistan yang terkenal, seorang primadona
dari antara para ahli fisika teoritis dari abad yang baru saja lalu, pemenang
Hadiah Nobel yaitu Profesor Abdus Salam (1926 1996) secara abadi telah
menorehkan namanya di kalangan sains dunia sebagai seorang periset akbar
mengenai hukum interaksi partikel nuklir elementer dan strukturnya. Ia telah
memberikan kontribusi besar bagi penelitian dan pemahaman dunia yang multi
kompleks dan bersifat probabilistik sedemikian rupa dimana ia telah mencapai
tingkatan saatnya teori mekanika klasik Newton berakhir dan kaidah-kaidah
Phisika Quantum mulai berperan.
Profesor Abdus Salam merupakan salah seorang pencipta
dari ‘model standar’ modern dari struktur atom. Konsep paling modern dari
fisika teoritis (untuk mana Profesor Abdus Salam beserta dua orang ilmuwan
Amerika Serikat yaitu S. Gleshou dan S. Vajnberg mendapat Hadiah Nobel tahun
1979) menghasilkan gambaran konstruksi dari suatu teori yang menggabungkan
elektromagnetisme dengan interaksi lemah dari partikel nuklir. Albert Einstein
yang terkenal tidak berhasil sepanjang hidupnya untuk menciptakan teori
tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa seorang ilmuwan Muslim telah
sampai di tubir pengungkapan kaidah-kaidah fundamental yang berlaku umum baik
dalam suatu mikrokosmos atau pun makrokosmos. Kaidah yang ditemukan menjelang
abad 21 telah membawa fajar baru dalam pemahaman filosofis Ketunggalan Alam
Semesta.
Sosok penata ilmu dengan nama yang diakui seluruh dunia,
pendiri dan selama periode tigapuluh tahun telah menjadi pemimpin dari
International Centre of Theoretical Physics (ICTP) di Trieste, Italia, Profesor
Abdus Salam sekarang ini diakui sebagai ikon dan sumber ilham dari kebangkitan
kembali sains di dunia Islam. Tidak saja di dunia Islam, tetapi juga di semua
negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Menurut perkiraan terakhir, lebih dari 70.000 ilmuwan
muda dari 80 negara di dunia, umumnya dari negara-negara berkembang, telah
lulus dari Sentra Ilmiah yang diberi nama menurut Profesor Abdus Salam. Berkat
upayanya yang sangat luar biasa, dalam waktu singkat Sentra ini telah menjadi
‘tempat menempa’ beberapa generasi ahli fisika. Disini mereka bisa menggeluti
dan bercengkerama dengan tokoh-tokoh utama dari dunia sains.
Jalan menuju puncak ilmu
Ahli fisika terkenal di masa depan itu lahir pada tanggal
26 Januari 1926 di Jhang, sebuah kota kecil pedusunan yang terletak di barat
laut perbatasan India. Sejak tahun 1947, daerah ini menjadi bagian dari Punjab,
salah satu dari empat provinsi Pakistan. Profesor Abdus Salam meninggal dunia
dalam bulan November 1996 dan sesuai dengan wasiatnya, ia dimakamkan tidak jauh
dari kota asalnya di sebuah pemakaman Muslim di kota Rabwah, berdekatan dengan
makam orangtuanya.
Di antara dua tanggal tersebut terentang periode dimana
50 tahun di antaranya dicurahkan dalam kerja riset berkesinambungan di berbagai
tempat di dunia. Tahun-tahun tersebut dipenuhi dengan keberhasilan kreatifitas,
kekecewaan politis, ketegangan dramatis tetapi juga kedamaian ruhaniah. Dan
hasil akhirnya memang suatu yang akbar. Profesor Abdus Salam menulis
berpuluh-puluh buku dan monograf ilmiah disamping lebih dari tigaratus artikel
mengenai problema paling kompleks dari fisika nuklir serta permasalahan aktual
mengenai persiapan ilmuwan muda di negara-negara berkembang.
Sebagai hasil akhir dari penelitian fundamental di bidang
fisika nuklir ini telah menghasilkan kemenangan dalam bentuk pengakuan dan
ketenaran dunia. Bukti daripada itu adalah dimana Profesor Abdus Salam ditunjuk
sebagai anggota dari sekitar 50 lembaga ilmiah akademisi disamping beberapa
asosiasi ilmiah dunia. Ia mendapat duapuluh penghargaan internasional dan
medali emas di bidang fisika, termasuk Hadiah Nobel itu sendiri. Sebagai
pengakuan atas kontribusi besar bagi perdamaian dunia dan pengembangan
kerjasama ilmiah internasional, ilmuwan ini mendapat 14 penghargaan utama dari
organisasi-organisasi internasional. Ia juga memperoleh gelar Doctor Honoris
Causa dari lebih 40 universitas terkenal di lima benua.
Sedikit sekali ahli fisika di abad duapuluh yang pernah
menerima penghargaan dan pengakuan dunia seperti yang diterimanya, yaitu tiga
di antaranya merupakan pendahulu dirinya seperti Albert Einstein, Ernest
Rutherford dan Niles Bore. Menurut para ahli sejarah keilmuan, Profesor Abdus
Salam sebagai pengarang dari teori universal tentang elektromagnetisme dan
interaksi lemah dari partikel nuklir, sesungguhnya patut menjadi salah satu
bintang dalam konstelasi para cendekiawan terkemuka. Jalannya menuju puncak ketenaran
di bidang ilmiah sebenarnya agak luar biasa sehingga perlu ditengok sepintas
perjalanan hidup dari awal, rintangan-rintangan serius yang harus diatasi, dari
sejak ia masih bocah kecil dari sebuah desa di Punjab yang secara gradual
beralih warna menjadi seorang ilmuwan dunia yang terkemuka. Di rumah ia
memperoleh pendidikan Islam yang solid di antara sekian banyak anak-anak.
Ibunya secara teratur membacakan doa-doa Islam kepada anak-anaknya. Ibunya
inilah yang pertama kali menyadari kemampuan ingatan phenomenal dari anaknya
tersebut. Abdus Salam dengan mudah dan sangat tepat menghafal keseluruhan
surah-surah AlQuran. Ayahnya, Hazrat Mohammad Hussein, sebagai seorang guru
segera menyadari bahwa sekolah lokal tidak akan menambah banyak pada pendidikan
putranya. Karena itulah ia berusaha sekuat tenaga guna mengirim putranya ini ke
akademi negeri untuk studi intensif.
Karena itu pada tahun 1938, Abdus Salam yang berusia dua
belas tahun dikirim ke Lahore yang merupakan kota pusat kebudayaan dan politik
yang besar di subbenua India. Kota ini juga terkenal karena mahakarya di bidang
arsitektur Muslim abad pertengahan. Pada tahun 1940 di kota ini dicanangkan Deklarasi Lahore yang menjadi
rintisan jalan menuju pembentukan negara Pakistan di tahun 1947.
Hanya saja ketika Abdus Salam sebagai seorang anak kecil
pertama kalinya tiba di Lahore dari desa terbelakang (qasba) dimana ia baru
pertama kalinya melihat lampu listrik, ternyata ia mempunyai fikiran dan
pandangan yang lain. Ia secara tekun mulai mempelajari hukum dasar dari
elektromagnetisme yang pertama kali ditemukan oleh Faraday dan Maxwell lama
sebelumnya. Anak
lelaki ini harus mempelajari formula paling sulit dalam matematika dan
subyek-subyek lainnya. Tak lama kemudian ia akan mencengangkan dunia ilmiah
dengan penemuan dirinya sendiri dalam bidang ruang lingkup pengetahuan yang
lebih kompleks. Muncul istilah baru yaitu ‘Electroweak’ (electro weak
interaction interaksi lemah elektro) dalam dunia fisika nuklir. Konsep ini
pertama kalinya diperkenalkan Abdus Salam di kota London yang menjadi tempat
kelahiran para ahli fisika terkemuka, dan memperoleh tempat mencolok di
lingkungan ilmiah modern. Abdus Salam menjadi pemenang pertama dari Premium
Maxwell dan medali Maxwell yang diberikan oleh Scientific Organisation of the
United Kingdom. Berikutnya adalah penghargaan-penghargaan dan nominasi lainnya
yang tidak kalah prestisenya seperti Premium Robert Oppenheimer (1971), medali
Einstein (UNESCO, Paris), Birla Premium (India), medali emas Lomonosov (USSR
Academy of Sciences) dan banyak lagi lainnya.
Ia merupakan siswa yang rajin dari Punjab University,
dari mana ia lulus dengan pujian pada tahun 1946. Ia tercatat sebagai yang
teratas dalam segala mata ujian akhirnya. Keberhasilan dalam studi telah
memberinya kesempatan untuk memperoleh beasiswa guna melanjutkan pendidikan ke
Inggris di Cambridge University yang terkenal ke seluruh dunia. Dalam tahun
1949 ia memperoleh gelar MA dengan pujian tertinggi di bidang matematika dan
fisika.
Dari tahun 1950 sampai 1952, cendekiawan muda ini sibuk
dengan penelitian awal dalam bidang Fisika Quantum di Laboratorium Cavendish
yang terkenal, sebuah lembaga yang sejak pertengahan abad ke duapuluh telah
menjadi pusat utama dari fisika teoretikal. Laboratorium ini telah menghasilkan
selusin pemenang Hadiah Nobel. Pernah bekerja di laboratorium ini antara lain
beberapa ilmuwan akbar seperti Ernest Rutherford dari New Zealand, Niles Bore
dari Belanda, Peter Kapitsa dari Rusia dan banyak ahli fisika dunia yang
terkenal lainnya.
Cendekiawan Muslim muda dari Pakistan, yang nama
negerinya baru saja muncul dalam peta politik dunia, secara tak terduga melesat
masuk ke dalam konstelasi dunia ahli fisika teoretikal. Dalam tahun 1952 ia
berhasil mendapatkan gelar doktor dalam fisika teoretikal. Thesis yang
dikemukakannya adalah tentang elektrodinamika quantum dan untuk itu ia mendapat
penghargaan premium Smith, justru sebelum thesis itu disetujui secara formal.
Setelah ini maka jalan menuju ‘Ilmu’ dengan huruf besar serta pintu-pintu
gerbang laboratorium riset terbaik dunia menjadi terbuka bagi Abdus Salam.
Dengan dipublikasikannya thesis tersebut maka Abdus Salam
menjadi bintang baru di bidang fisika teoretikal. Pendekatan orisinil dan baru
yang dilakukannya atas topik penelitian dan aparatus matematikal sempurna yang
digunakan ilmuwan muda ini telah menempatkan dirinya sebagai fokus perhatian
seluruh komunitas fisika internasional. Untuk itu ia memperoleh berbagai
penawaran menggiurkan di Eropah.
Namun dengan adanya semua kesempatan menguntungkan demikian,
ia memutuskan kembali ke tanah airnya sendiri. Ia menjadi profesor pengajar
Matematika di State College yang merupakan bagian dari Punjab University. Abdus
Salam berusaha keras namun tidak berhasil untuk menciptakan kelompok nasional
para ahli teoritis di bidang fisika di Pakistan. Segera ia menyadari dengan
lingkungan seperti itu, tidak akan ada kesempatan baginya untuk mewujudkan
visinya. Ditambah lagi ia memahami bahwa jauh dari sentra-sentra riset Eropah
yang terkemuka maka ia tidak akan bisa melanjutkan studinya dalam fisika
teoretikal.
Pada tahun 1954, Profesor Abdus Salam kembali ke
Cambridge dimana ia mengajar Matematika. Selama 35 tahun berikutnya (1957 1993)
ia menjabat sebagai profesor fisika teoretikal di London University. Secara
aktif ia meretas jalan ke riset berbagai bidang fisika modern. Studi yang
dilakukannya mendapat penghargaan berbagai premium internasional. Kota London
dimana ia menghabiskan 40 tahun dari usianya, bagi Profesor Abdus Salam
merupakan tempat yang nyaman guna refleksi atau renungan keilmiahan. Ia selalu
mengunjungi kota ini setiap bulan bahkan ketika ia memimpin lembaga Centre of
Theoretical Physics di Trieste.
Rahasia Mikrokosmos Quantum
Ketika pada tahun 1946 Abdus Salam, pemuda berusia
duapuluh ahun dari sebuah desa Punjab di pinggiran Kemaharajaan Inggris tiba di
kota London yang porak poranda, dalam rangka mencari ‘kebenaran ilmiah,’
seluruh Eropah berada dalam keadaan puing-puing setelah Perang Dunia Kedua yang
dahsyat itu. Perang ini tidak ada padanannya dalam sejarah kemanusiaan. Tak
lama kemudian merebak ‘Perang Dingin’ di antara blok Barat dan Timur. Para ahli
fisika dari kedua blok itu terseret ke dalam proyek-proyek rahasia untuk
mengembangkan senjata nuklir dan hidrogen.
Para ahli fisika tersebut tidak bisa berkomunikasi secara
bebas, tidak bisa bertemu, berdiskusi atau pun menyelenggarakan konferensi
internasional. Akibatnya adalah minimnya publikasi serius di bidang ilmiah.
Sebagaimana dimaklumi, tanpa interaksi di antara para ahli seperti itu maka
kemajuan ilmiah menjadi suatu hal yang mustahil. Padahal tidak lama sebelum
pecahnya Perang Dunia Kedua, ilmu mekanika quantum telah melompat jauh ke depan
berkat usaha bersama dari ratusan dan ribuan cendekiawan dari seluruh dunia.
Kemajuan tersebut telah merubah total paradigma ilmiah serta sudut pandang para
ilmuwan mengenai metoda pengenalan dan penataan dasar dari alam semesta.
Mekanika Quantum laiknya harus permisi dari para pencetus mekanika klasik
seperti Newton dan Galileo, karena menawarkan suatu sistem kaidah baru yang
mengatur dunia kita. Disadari perlunya mengedepankan mekanika quantum ke
tingkat yang lebih tinggi.
Berkat rahmat Tuhan, dari tahun 50an sampai 70an,Profesor
Abdus Salam sedang tenggelam menekuni riset teoretikal lanjutan yang
mengungkapkan bahwa sejumlah besar phenomena dan proses alamiah seperti
pembelahan nukleus, formasi bintang- bintang neutron, pembentukan komposisi
kimiawi dan struktur dari spiral DNA, cara kerja transistor semikonduktor,
laser dan berbagai hal lainnya, semuanya itu mengikuti kaidah Mekanika Quantum.
Dengan keimanan yang kuat pada kekuasaan Allah s.w.t.
serta berbekal aparatus matematika yang paling presisi ditambah ajaran AlQuran
maka ilmuwan muda ini menjadi sepenuhnya terbenam dalam penelitian tentang
mikrokosmos rahasia dari partikel-partikel elementer. Hasilnya terungkap tidak
lama kemudian. Bahkan riset awal pun sudah mengemukakan konklusi yang diluar
dugaan. Ia mengajukan teori tentang neutrino dua komponen. Abdus Salam adalah
juga orang pertama yang memprediksi decay (peluruhan) dalam rangkaian interaksi
nuklir lemah. Saya telah mengutarakan di atas bahwa sebagai sebutan dari
phenomena ini, Profesor Abdus Salam mengajukan istilah baru yaitu ‘Electroweak’
ke dalam perbendaharaan kata fisika nuklir.
Dari tahun 1970 sampai 1980, Profesor Abdus Salam bersama
dengan ilmuwan India yang juga profesor dari Maryland University, Amerika
Serikat, yaitu Jagesh Pata bersama menggeluti masalah interaksi tiga daya
kekuatan elektromagnetik, daya lemah dan daya kuat dari nuklir. Untuk tujuan
ini mereka harus ‘membantah’ secara teori matematika salah satu postulat fisika
nuklir modern yang diterima umum tentang kekuatan dan ketidakterbaginya proton
yang merupakan komponen utama dari nukleus nuklir. (Catatan: sebagaimana
dimaklumi nukleus nuklir merupakan inti sebuah atom yang volumenya hanya satu
per triliun tetapi massanya lebih dari 99%. Sebuah nukleus terdiri dari
partikelpartikel dua jenis yaitu proton dan neutron, dimana jadinya nukleus
biasa disebut nukleon. Nukleon membentuk nukleus nuklir dan terikat bersama
olehkekuatan atraksi atau tarikmenarik mutual yang disebut sebagai interaksi
kuat daya kekuatan nuklir).
Sebagai hasil dari riset ini kedua ilmuwan kondang dari
sub benua IndoPakistan telah mengajukan suatu hipotesa yang berani. Menurut
teori ini bahkan proton (yang menyimpan kekuatan nukleus dari sebuah atom) bisa
saja mengalami disintegrasi. Hanya saja durasi dari peluruhan proton ini
memerlukan periode waktu yang astronomis yaitu 1032 tahun.
Keagungan ruhani
Sebagai seorang cendekiawan yang mempunyai minat ilmiah
beragam dan memiliki pengetahuan yang amat luas, Profesor Abdus Salam tetap
saja tertarik pada sejarah dan problema modern tentang sains di dunia Muslim.
Ia adalah salah seorang dari segelintir ilmuwan di abad terakhir yang berdasar
analisis berkesinambungan atas sumber-sumber historikal, telah mampu
mempelajari hampir semua bentuk perkembangan dalam sains alamiah di dunia
Muslim sejak awalnya di abad ketujuh sampai dengan akhir abad keduapuluh.
Banyak artikel dan renungan ilmiah brilian dari para ilmuwan tentang masa lalu
dan masa depan dunia Muslim yang telah menjadi saksi akan hal tersebut.
Mayoritas dari artikel-artikel itu termaktub dalam koleksi karyanya yang
berjudul Ideals and Realities. Buku ini telah terbit dalam beberapa edisi
selama masa hidup si pengarang. Koleksi ini diterbitkan dalam bahasa-bahasa
Barat (Inggris, Perancis, Italia dan Romania) serta bahasa di Timur seperti
Cina, Arab, Parsi, Benggala, Punjabi dan Urdu, dimana tiga yang terakhir digunakan
sebagai rujukan oleh pengarang ini.
Monograf Profesor Abdus Salam lainnya yang menarik adalah
Revival of Science in Islamic Countries yang diterbitkan di Singapura pada
tahun 1994. Para pengarang berbagai artikel yang mengkhususkan diri mempelajari
kehidupan dan kinerja Profesor bdus Salam menyatakan bahwa dalam abad
keduapuluh, ia adalah wakil pertama yang unik dari dunia Islam yang mendapatkan
Hadiah Nobel atas keberhasilan akbar di dibidang ilmiah. Memang benar apa yang
dikemukakan itu namun rasanya perlu memahami hal ini dari perspektif yang lebih
luas.
Bisa jadi, lebih dari yang lain-lainnya para cendekiawan
kontemporer, ia memahami kebutuhan mutlak pengembangan ilmiah di negara
berkembang. Hanya melalui kerjasama saling menguntungkan di antara Utara dan
Selatan, disertai kerjasama yang telah berkembang selama berabad-abad antara
Timur dan Barat, yang akan bisa menolong kebudayaan modern menghindari
konfrontasi yang telah membayang. Profesor Abdus Salam pada dasarnya adalah
seorang yang taat beragama. Ia melakukan shalat lima waktu setiap harinya,kapan
dan di mana pun ia berada. Ia menggabungkan keterampilan intelektual dengan
sisi keruhanian dirinya. Dalam pernyataan publik serta artikel-artikelnya ia
menekankan bahwa terdapat 750 ayat dalam AlQuran sebagai firman Tuhan yang
memerintahkan manusia untuk mempelajari alam serta mencari sarana guna
mengendalikannya. ‘Aku telah mengabdikan seluruh hidupku untuk menerapkan
perintah AlQuran tersebut’ katanya.
Di tahun 1979 Profesor Abdus Salam mentilawatkan beberapa
ayat dari AlQuran dalam pidatonya di aula N obel Hall. Ini adalah pertama
kalinya dalam sejarah aula itu diperdengarkan ayat-ayat AlQuran. Kemudian dalam
pidato Nobelnya, Profesor Abdus Salam mensitir ayat yang lain. Ia menyatakan:
‘Nyatanya Islam merupakan keimanan semua ahli fisika karena memberikan
inspirasi dan dorongan bagi kami semua. Bertambah dalam kami mencari, bertambah
kagum kita dibuatnya tetapi juga bertambah banyak misteri baru yang muncul.’
Pahlawan Pakistan
Sebagian besar umur Profesor Abdus Salam dihabiskan jauh
dari tanah air. Ia disibukkan dengan riset ilmiah di London dan Trieste serta
berkeliling ke seluruh dunia untuk mengikuti berbagai konferensi dan forum
ilmiah internasional. Meski selama 40 tahun hidup di negeri asing di tengah
bangsa yang mayoritas Kristen, ia tetap saja merupakan seorang Muslim yang
taat. Walaupun didekati melalui berbagai cara, ia tidak mau berpindah menjadi
warga negara dari negeri dimana ia tinggal. Ia tetap saja menganggap dirinya
warga Pakistan dan tidak pernah kehilangan hubungan dengan tanah airnya. Ia
selalu mengingat dan menghormati akar jati dirinya (negeri ibu bapaknya,
teman-teman Muslim dan kolega akademisi) serta selalu berusaha membantu
negerinya untuk ‘melepaskan diri dari kemiskinan.’ Selama periode panjang tahun
1958 1974 ia adalah anggota dari Komisi Tenaga Atom Pakistan dimana ia
memberikan sumbangan ilmiahnya dalam pendirian stasion tenaga atom dekat
Karachi. Dari tahun 1961 sampai 1974 ia adalah Penasihat Utama (Chief
Scientific Advisor) dari Presiden Pakistan. Pada kesempatan pertama kembali ke
Pakistan, ia memberikan kuliah-kuliah dan mencoba meyakinkan para pemimpin
Pakistan tentang perlunya mendidik para spesialis dalam sains serta menciptakan
iklim yang kondusif untuk pengembangan teknologi. Sedapat mungkin ia memberikan
bantuannya di bidang ini. Hanya saja tidak semua hal bisa dikendalikannya, dan
lebih sering lagi struktur pemerintahan yang tidak memahami upaya dan tawaran
ilmiahnya yang tulus.
Pertemuan di Moskow
Profesor Abdus Salam mengunjungi Moskow lebih dari satu
kali dan ia merupakan peserta yang dinantikan pada konferensi ilmiah akbar dan
perayaan ulang tahun akademi-akademi yang diadakan di sini. Ia dianggap tokoh yang mumpuni di kalangan
ilmuwan Uni Soviet. Para
ahli teoritis dan fisika Soviet mengenal dan mengagumi karya-karya ilmiahnya.
Jauh sebelum dianugrahi Hadiah Nobel, pada tahun 1971 Profesor Abdus Salam
secara aklamasi terpilih sebagai anggota dari USSR Academy of Science. Kemudian
pada tahun 1983 ia memperoleh penghargaan Lomonosov Gold Medal yang merupakan
penghargaan tertinggi dari USSR Academy of Science. Di tahun 1995 ia mendapat
penghargaan Maxwell di Inggris serta medali emas yang diberikan oleh Akademi
Pekerja Kreatif Rusia. Tahun 1992, Rektor dari St Petersburg University secara
khusus berkunjung ke Trieste, Italia, untuk menyampaikan diploma honorer Doctor
of Science dari universitas tersebut kepada Profesor Abdus Salam.
Sebagai seorang ilmuwan humanist, penganut paham
demokrasi dan pengikut keimanan yang luhur, ia selalu menanggapi serius tekanan
moral dan politis atas kaum ilmuwan. Secara khusus ia bertemu dan berbicara di
muka umum dengan akademisi A. Sakharov ketika yang bersangkutan sedang dijauhi
oleh para
koleganya sendiri akibat tekanan pemerintah Soviet. Dengan cara itulah Profesor Abdus Salam memberikan sokongan moril. Setelah A. Sakharov dikucilkan ke Gorky, Profesor Abdus Salam mengiriminya sebuah surat bersahabat dan beberapa artikel ilmiah. Mereka bertemu ketiga kalinya pada tahun 1987 ketika A. Sakharov kembali ke Moskow. ‘Aku selalu terpesona oleh pengetahuan Sakharov yang demikian komprehensif. Sebagai pribadi mau pun sebagai seorang ilmuwan, ia patut mendapat penghargaan dan menjadi legenda di masa hidupnya’ demikian tulis Profesor Abdus Salam ketika ilmuwan Rusia itu meninggal secara mendadak.
koleganya sendiri akibat tekanan pemerintah Soviet. Dengan cara itulah Profesor Abdus Salam memberikan sokongan moril. Setelah A. Sakharov dikucilkan ke Gorky, Profesor Abdus Salam mengiriminya sebuah surat bersahabat dan beberapa artikel ilmiah. Mereka bertemu ketiga kalinya pada tahun 1987 ketika A. Sakharov kembali ke Moskow. ‘Aku selalu terpesona oleh pengetahuan Sakharov yang demikian komprehensif. Sebagai pribadi mau pun sebagai seorang ilmuwan, ia patut mendapat penghargaan dan menjadi legenda di masa hidupnya’ demikian tulis Profesor Abdus Salam ketika ilmuwan Rusia itu meninggal secara mendadak.
Pada tahun 1987 Profesor Abdus Salam mengambil bagian
dalam sebuah konferensi internasonal yang besar di Moskow mengenai pengurangan
senjata nuklir. Ia secara tegas mendukung larangan atas senjata pemusnah
massal. Ia selalu menghimbau komunitas dunia untuk memanfaatkan potensi studi
tenaga nuklir hanya untuk tujuan damai dan konstruktif saja.
Memori Generasi
Tidak lama setelah esai ini selesai, saya bermimpi indah
bahwa setelah tigapuluh tahun saya kembali ke Lahore sebagai seorang turis
asing. Segala sesuatu terasa seperti dalam film dokumenter. Penunjuk jalan saya
adalah seorang wanita Pakistan yang berpakaian seperti pramugari penerbangan
PIA dan ia menawarkan route turis istimewa melalui kota Lahore ‘Mengikuti jejak
sejarah dari fisika quantum’ katanya. Saya tidak mengerti benar kombinasi aneh
Lahore dan Fisika Quantum demikian tetapi setuju saja untuk melihat sesuatu
yang istimewa.
Wanita ini membawa saya dengan sebuah beca bermotor
sepanjang jalan raya Abdus Salam sampai ke gerbang Kolese Pemerintah dari Abdus
Salam Punjab University. Penunjuk jalan ini secara kompeten dan bergegas
menjelaskan bahwa nama Abdus Salam diterakan pada universitas itu sejalan
dengan Peraturan Khusus Pemerintah Pakistan saat ulangtahun ke 80 dari ilmuwan
kondang tersebut. Ia ini lulusan universitas tersebut dan adalah seorang
profesor. Dari sinilah ia memulai layangan jauhnya ke puncak sains dunia.
Sambil diiringi tepuk tangan para mahasiswa, kami
berjalan ke perpustakaan ilmiah Abdus Salam ke arah aula luas dimana terdapat
ukiran tembaga bertuliskan bahasa Inggris dan Punjabi: ‘Dari tahun 1951 1954
Profesor Abdus Salam, ahli fisika yang terkenal di seluruh dunia yang
memimpikan sekolah fisika teoretikal bagi Pakistan, pernah memberikan kuliah
matematika tinggi di aula ini.’
Miss Nahid mengumumkan bahwa akhir dari tour ini adalah
kubah makam Abdus Salam yang terletak tidak jauh dari Lahore yaitu dekat kota
Rabwah. Hanya ada dua makam modern demikian di Pakistan, salah satunya adalah
mausoleum dari pendiri Pakistan, Mohammed Ali Jinnah di Karachi dan yang kedua
adalah mausoleum pendiri dan pengilham sains Pakistan di Rabwah.
Kemudian saya terbangun dari mimpi itu. Tetapi rasanya
mimpi itu patut menjadi kenyataan di masa depan. Pakistan berhutang banyak pada
putra agungnya ini yang telah mengharumkan nama negerinya di dunia sains abad
keduapuluh.
_________________________________________________________
Ditulis pada, Selasa Maret 7, 2006 oleh : Dr. Yukluz N Khaliulin – Moscow, Rusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar