Sabtu, 21 Juli 2012

PEMURAH PENYAYANG


Ketika malam tiba, Allah menciptakan suasana tenang dan gelap karena matahari telah tenggelam beberapa waktu. Pada saatnya kita merasakan datangnya kantuk dan waktu istirahatpun dijalaninya. Kita mempersiapkan kematian kita dengan berdo’a “bismika allahumma ahya wa bismika amut” – Ya Allah, dengan namamu aku menjalani hidup dan dengan namamu pula malam ini aku mau mati. Kita tidak lagi mampu menguasai tubuh ini, jiwa yang tenang karena amal saleh menjadikan suasana kematian dalam tidur kita terasa damai, bahkan tidak jarang mimpi indah mengisinya. Tradisi para nabi tentang “mimpi yang benar” yang datang dari Allah Ta’ala-pun mungkin sekali menghiasi tidurnya jiwa yang damai. Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu, malam ini aku memasuki alam kematian. Terimalah semua amalku, dan ampunilah dosa-dosaku. Begitu bangun tidur, Rasulullah s.a.w. mengajarkan do’a “alhamdulillah, alladzi ahyana, ba’da amatana, wa ilaihinnusur” – Segala puji bagi-Mu ya Allah, yang telah menghidupkan kembali diriku setelah kematianku, dan hanya kepada-Mu nantinya kami semua akan berpulang.
 
Dan Karena rahmat-Nya, dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya. (QS 28:73)
Begitulah suasana syukur yang seharusnya kita bangun, syukur setelah merasakan kematian yang indah, syukur setelah menjalani kehidupan beramal saleh. Praktek syukur dengan membelanjakan sebagian harta kita untuk menyantuni anak-anak yatim dan orang-orang miskin, sudahkah anda jalankan, insya Allah.
Dalam sebuah riwayat dari negeri Mesir, tersiar kematian seorang tokoh besar yang bernama Dzunnun Al-Mishri atau Dzunnun si Orang Mesir. Sepanjang hidupnya lebih banyak dicela, dicemooh dan dihina karena ia dianggap kafir, ahli bid’ah dan orang murtad. Ia tidak pernah membalas semua tuduhan itu dengan kemarahan, apalagi serangan balik. Ia bahkan menunjukkan dirinya seolah-olah menerima tuduhan itu. Sepanjang hidupnya, orang-orang tidak mengetahui bahwa ia adalah salah satu diantara waliyullah, kekasih Allah. Mereka baru mengetahui setelah Dzunnun meninggal dunia. Dikisahkan menurut Al-Hujwiri, pada malam kematiannya, tujuh puluh orang bermimpi melihat Rasulullah s.a.w dan Beliaupun bersabda “Aku datang menemui Dzunnun, sang wali Allah”. Ada banyak kisah tentang Dzunnun yang hampir semua kisah hidupnya menjadi pelajaran yang amat berharga. Salah satu diantaranya adalah kisah ketika ia berperahu bersama sejumlah muridnya menyusur Sungai Nil.
Alkisah, diatas Sungai Nil yang indah, terdapat banyak orang-orang berperahu untuk melancong. Salah satunya adalah sekelompok anak muda yang kelewat riang gembira dengan bermusik melintas bertemu dengan perahu Dzunnun. Dua pemandangan kontraspun terlihat dari satu perahu yang “santun” dan satu perahu lainnya yang “berhura-hura, berteriak-teriak” dan berperilaku kelewatan menjengkelkan. Para murid Dzunnun-pun berharap pada sang guru  yang diijabahi do’anya untuk berdo’a agar Allah Ta’ala menenggelamkan saja perahu pemuda-pemuda itu. Kemudian Dzunnun mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a “Ya Allah sebagaimana Engkau telah memberi orang-orang itu kehiduppan yang menyenangkan di dunia ini, maka beri jugalah mereka kehiduppan yang menyenangkan di akhirat kelak”. Para muridpun terkejut memdengar do’a Dzunnun, bukannya mendo’akan agar ditimpa masalah namun justru agar Allah memberi kebaikkan kepada mereka. Tak berapa lama, sesaat ketika dua perahu berpapasan, para pemuda itu melihat bahwa Dzunnun berada disana. Serentak sontak, mereka menghentikan perilakunya, dan meminta maaf serta bertaubat untuk tidak melakukannya lagi. Inilah pelajaran yang Dzunnun dapatkan bahwa kehiduppan yang menyenangkan di akhirat kelak adalah bertaubat di dunia ini. Dengan cara seperti ini maka para murid dan para pemuda itu merasa puas tanpa ada yang merasa dirugikan.
Dzunnun telah melanjutkan tradisi para Rasul Allah yang mengajari kita untuk membalas keburukkan yang dilakukan orang lain kepada kita dengan kebaikkan. Oleh karena itu hendaknya kita selalu berdo’a hal yang baik ketika kita memperoleh keburukkan dari orang lain seperti “Ya Allah, ubahlah kebencian musuh-musuhku menjadi kasih sayang”. Dengan cara ini maka kita telah memberi manfaat kepada semua orang, sama seperti do’anya Dzunnun al-Mishri. Kisah para nabipun demikian, Nabi Isa a.s. selalu berdo’a akan hal yang baik, meskipun saat itu ia harus menerima lemparan batu. Murid-muridnya pun bertanya “Mereka melempari batu ke arahmu, tetapi mengapa engkau membalas dengan do’a yang baik?”. Nabi Isa a.s. menjawab “Itulah bedanya kita dengan mereka. Mereka kirimkan kepada kita keburukkan dan kita kirimkan kepada mereka kebaikkan”.  Demikian pula halnya dengan nabi Muhammad Rasulullah s.a.w. dilempari batu di Thaif hingga berlumuran darah ketika beliau mengajak mereka menerima Islam. Pada saat malaikat datang kepadanya yang menawarkan untuk menimpakan gunung yang berada di atas orang-orang yang menyerangnya, nabipun berdo’a “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku karena mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti”.
Kisah-kisah di atas telah memberi pelajaran berharga mengenai tradisi para nabi dan orang-orang saleh, yakni: membalas keburukkan dengan kebaikkan. “Ahsin kama ahsanallahu ilaik” – berbuatlah baik sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu.
Marilah kita berdo’a bersama Imam Ali Zainal Abidin seorang keluarga Nabi Besar Rasulullah s.a.w. (Shahifah Sajjadiyah, Du’a 20:9):

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Bimbinglah daku untuk: melawan orang yang mengkhianatiku dengan kesetiaan; membalas orang yang mengabaikkanku dengan kebajikkan; memberi orang yang bakhil kepadaku dengan pengorbanan; menyambut orang yang memusuhiku dengan kasih-sayang; menentang orang yang menggunjingku dengan pujian; berterima kasih atas kebaikkan dengan menutup mata dari keburukkan.
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya.
Hiasilah kepribadianku dengan hiasan para shalihin. Berilah aku busana kaum mutaqin dengan: menyebarkan keadilan; menahan kemarahan; meredam kebencian; mempersatukan perpecahan; mendamaikan pertengkaran; menyiarkan kebaikkan; menyembunyikan keburukkan; memelihara kelemah-lembutan; memiliki kerendahan hati; berperilaku yang baik; memegang tegung pendirian; menyenangkan dalam pergaulan; bersegeralah melakukan kebaikkan; meninggalkan kecaman; memberi kepada yang tidak berhak; berbicara yang benar walaupun berat; menganggap sedikit kebaikkan walaupun banyak dalam ucapan dan perbuatan; menganggap banyak keburukkan walaupun sedikit dalam ucapan dan perbuatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar