Senin, 11 Juni 2012

MANUSIA MAKHLUK SEMPURNA?


Bagi orang yang beriman akan Sang Maha Pencipta sepakat bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Pertanyaannya kemudian adalah, bilamana manusia akan mencapai keadaan sempurna sebagai makhluk ciptaan Tuhan? Manusia tidak akan lepas dari keadaan alamiahnya yang mengalami lapar dan dahaga, perasaan takut dan gembira, marah dan cinta. Pada situasi memuncak dan terjepit, manusia sering kehilangan kontrol dan yang muncul adalah sifat alamiahnya (binatangnya) untuk bertahan atau menyerang, dan bahkan membunuh. Orang Barat menyebutnya homo homini lupus. Dalam komunitasnya, manusia bergaul dan berteman, bekerjasama, berpolitik. Manusia menginginkan keadaan masyarakat penuh damai, toleransi dan saling membantu. Mereka yang kuat membantu yang lemah, tanpa harus menjatuhkan martabat Si Lemah. Pepatah mengatakan, memberi dengan tangan kanan, tangan kiri jangan melihat. Orang Barat menyebutnya homo homini socius. Dalam keadaan sadar dan penuh tanggung-jawab akan posisinya sebagai makhluk Tuhan, mereka yang berkecukupan harta mepunyai ‘kewajiban’ menyerahkan sebagaian harta yang Tuhan rezekikan untuk ‘jalan kebaikkan’ melalui Baitul Maal. Dalam keadaan memuncak dan terjepit, maka manusia dihadapkan dengan pilihan memenuhi ‘kewajiban’nya untuk taqwa, takut kepada Tuhannya atau menghindar dan menjauh. Janji Tuhan yang tak pernah bohong “..... Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, Dia akan membuat baginya suatu jalan keluar. Dan, Dia akan memberikan rezeki kepadanya dari mana tidak pernah ia menyangka....” (QS.65: 2-3). Pada saat semacam ini, kecerdasan spiritualitas manusia diuji. Membelanjakan harta dijalan Allah bukan secuil, tetapi jelas dan terukur. Zakat, diukur secara matematis, 2,5% dari harta berumur setahun yang mencapai nilai kewajibannya, yang ini gak usah dipikirin, laksanakan saja alias hukumnya wajib. Sadaqah, dibayarkan sesuai situasi yang terjadi, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW hingga beliau tak lagi wajib membayar Zakat-nya karena hartanya tak lagi sampai nisab-nya. Infaq, dibayarkan oleh siapa saja, baik kaya maupun miskin untuk perjuangan mencapai totalitas ketaqwaan, alias kesempurnaan. Setelah manusia jalankan kewajibannya (Zakat), dan kepeduliannya (Sadaqah), kemudian dititik ini, manusia siapa saja, kaya – miskin, pintar – bodoh, lelaki – perempuan, dan lain-lain memperoleh kesempatan yang sama untuk ikhlas ber-Infaq guna mencapai kesempurnaan manusia sebagai makhluk Tuhan. Sungguh Tuhan Maha Adil, memberi kesempatan kepada siapa saja yang bertaqwa untuk mencapai kesempurnaannya dengan kemampuannya masing2 yang diukur dari hati yang ikhlas. Jangan pernah anda bayangkan untuk mencapai kesempurnaan, manusia hanya memasukkan coin di kotak infaq. Orang yang takut kepada Allah Ta’ala, dalam setiap musibah Allah Ta’ala akan membukakan jalan keikhlasan untuknya, dan ia akan menciptakan sarana-sarana penghasilan/nafkah bagi orang itu yang tidak pernah terbayangkan olehnya. Yakni, inipun merupakan sebuah tanda orang yang mutaqi, bahwa Allah Ta’ala tidak menjadikan orang mutaqi itu butuh akan keperluan-keperluan yang tidak bermanfaat. Inilah jalan kesempurnaan, manusia bekerja dengan ikhlas penuh dedikasi dan profesional. Ia tunaikan kewajibanya tanpa ragu-ragu dan banyak alasan, ia bangun sensitifitas kepeduliannya kepada orang lain dan ia ikhlaskan pengorbanan hartanya penuh niat dan taqwa untuk perjuangan mencapai kesempurnaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar